Trump-Merkel Akhirnya Bertemu
WASHINGTON – Mundur tiga hari dari jadwal, pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Kanselir Jerman Angela Merkel berlangsung kemarin (17/3). Oval Office menjadi saksi jabat tangan dan dialog dua pemimpin negara yang berseberangan prinsip mengenai imigrasi tersebut.
Mengajak para petinggi BMW, Siemens, dan Schaeffer, Merkel menegaskan bahwa fokus pertemuan kali ini adalah ekonomi dan perdagangan. Namun, isu tentang Pakta Pertahanan Atlantik Utara alias NATO dan Rusia membayangi tatap muka perdana dua tokoh dunia tersebut. Media Eropa menyebutnya sebagai pertemuan antara pria paling berkuasa dan perempuan paling berpengaruh di dunia.
”Kerja sama apa pun harus tetap berlandas nilai-nilai demokrasi, kebebasan, serta penghargaan terhadap hukum dan martabat manusia,” tutur Merkel sebelum bertolak ke Gedung Putih. Kanselir perempuan pertama Jerman itu menambahkan bahwa kerja sama apa pun bisa terjalin asalkan tidak ada diskriminasi warna kulit, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, dan asal usul.
Gedung Putih menjadwalkan jumpa pers bersama setelah pertemuan tertutup di Oval Office kemarin. Merkel maupun Trump memilih menghindari isu tentang pengungsi dan imigrasi. Sebab, mereka jelas menganut prinsip yang berbeda. Merkel cenderung pro pengungsi dan Trump antipati. Keduanya berfokus pada hubungan dagang lintas Samudra Atlantik dan pertahanan keamanan sebagai sesama anggota NATO.
Sebelum menginjakkan kaki di Gedung Putih, Merkel banyak belajar tentang Trump. Untuk mengenali taipan 70 tahun tersebut, sang kanselir membaca biografi maupun pidato-pidato Trump. Termasuk artikel lawas tentang presiden ke-45 AS tersebut di majalah Playboy. Pemimpin perempuan yang dikenal pragmatis itu tidak mau bertemu dengan Trump tanpa pengetahuan apa pun tentangnya.
”Jerman memandang Washington dengan keraguan dan kepercayaan sekaligus,” ujar Jeffrey Rathke, pengamat politik pada Center for Strategic and International Studies (CSIS). Sebagai pemimpin de facto Uni Eropa (UE), Jerman punya tanggung jawab besar untuk memastikan kepada AS bahwa organisasi terbesar Benua Biru itu masih solid. Padahal, ancaman perpecahan sedang membuat 27 negara UE –kecuali Inggris– bimbang menatap masa depan.
”Saya harus bisa menjelaskan, bagi kami, Jerman dan status kami sebagai anggota UE bagaikan dua sisi mata uang,” tutur Merkel.
Tentang pertemuan Trump dengan Merkel itu, Jerman tidak banyak berharap. Sebagai teman dekat Barack Obama, Merkel tidak bakal bisa menjalin keme- sraan dengan Trump. Sebab, Obama dan Trump adalah dua pemimpin yang jauh berbeda. Dua presiden AS itu mengimani nilai-nilai luhur dan kebijakan yang tidak sama. Merkel pun memilih berfokus pada perekonomian dan pertahanan keamanan. (AFP/Reuters/BBC/usatoday/hep/c14/any)