Simalakama Lambannya Pencairan BOS
TELATNYA pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk sekolah-sekolah di Jawa Timur (Jatim) seharusnya tidak perlu terjadi. Maklum, dampaknya bagi sekolah kelewat berat. Seharusnya cair pada akhir Januari lalu, hingga pertengahan Maret ini belum ada tanda-tanda BOS bakal terealisasi.
Bayangkan saja, untuk menutup biaya operasi, sekolah-sekolah di Jatim kini mencari utangan ke sana-sini. Inilah masa-masa kepala sekolah puyeng tujuh keliling.
Bayangkan, sekolah harus meminjam dana koperasi siswa untuk menggelindingkan kegiatan belajar-mengajar. Tidak sedikit pula para kepala sekolah yang harus merogoh dompet sendiri demi menambal kebutuhan tersebut.
Di Surabaya, kegiatan-kegiatan sekolah yang tidak terlalu prioritas distop sementara. Sekolah harus mendahulukan hal yang lebih urgen. Uang pinjaman sementara digunakan untuk menggaji guru tidak tetap yang selama ini bergantung pada BOS.
Tanpa itu, dampak ikutannya lebih parah. Dapur para guru honorer tidak bisa mengepul. Namun, operasi sekolah masih sedikit terbantu. Sebab, Pemkot Surabaya mengalokasikan APBD dalam bentuk bantuan operasional pendidikan daerah (bopda).
Bagaimana potret kabupaten/kota lain? Tentu lebih memprihatinkan. APBD yang ngepres tentu tidak bisa dialokasikan untuk bopda semacam Surabaya. Boro-boro memikirkan anggaran pendidikan, duit mereka hanya cukup untuk menggaji para PNS yang jumlahnya berjibun itu.
Jangan heran bila proporsi belanja pegawai dan belanja pembangunan di kabupaten/kota timpang. Denyut pembangunannya hanya bergantung pada transfer dana pusat ke daerah. Jangan heran pula, kendati bertahun-tahun memiliki kewenangan mengatur daerah sendiri, profil pendidikan daerah sejak dulu ya cuma begitu-begitu saja.
Mengandalkan pengoperasian sekolah dari dana yang dihimpun dari SPP SMA/SMK juga tidak mungkin. Sejak beralihnya kewenangan SMA/SMK ke provinsi, saban bulan sekolah harus merekapitulasi ribuan siswa yang menunggak pembayaran. Menekan siswa membayar tepat waktu juga mustahil. Buat hidup saja sulit, apalagi membayar biaya belajar.
Karena itu, perubahan sistem pencairan dana BOS seharusnya tidak berdampak terhadap lambannya transfer anggaran tersebut ke daerah. Jangan sampai akibat sistem yang lamban di pusat harus ditanggung rakyat di bawah.
Perubahan sistem seharusnya membawa ke arah yang lebih baik. Mulai cepatnya respons pelayanan hingga kualitas pendanaan yang diberikan.
Para birokrat bidang pendidikan tentu tidak cukup mendinginkan suasana dengan mengajak publik bersabar... bersabar... bersabar. Tegas saja, yang harus dilakukan adalah mendorong percepatan pencairan dana BOS di pusat.