Tiga Pemerkosa Ditangkap, Sepuluh Masih Berkeliaran
SAMARINDA – Pemerkosaan yang dialami Cinderela (nama samaran) benar-benar mendapat perhatian khusus dari penegak hukum. Satu per satu para pemerkosa belia 12 tahun tersebut diringkus polisi. Pelaku diperkirakan berjumlah 13 orang dengan empat tempat kejadian selama empat hari, 16–20 Februari.
Hingga Kamis malam, dua pelaku diamankan Unit Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda. Selanjutnya, pelaku lain diketahui sudah meringkuk di dalam terali besi Rutan Kelas II-A, Sempaja, Samarinda, terkait kasus pencurian kendaraan bermotor. Artinya, sejauh ini, tiga pelaku sudah dibekuk.
Pria yang disebut-sebut sebagai aktor utama pelaku pemerkosaan berinisial YR tersebut dibuat tak berdaya saat didatangi sejumlah aparat berseragam sipil. Di Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda Seberang, YR yang tengah bersantai sambil menunggu penumpang langsung dibawa petugas ke Mapolresta Samarinda.
Dari mulut YR, pelaku lain berinisial MN diamankan tak jauh dari lokasi penangkapan awal. ”Tidak ada yang melawan. Begitu diperlihatkan foto korban, mereka mengaku,” tegas Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Sudarsono kemarin. Keduanya bekerja sebagai sopir angkutan kota (angkot).
Sementara itu, pria berinisial SL dijemput dari rutan lantaran turut serta menjadi pelaku dalam kasus pemerkosaan tersebut. Khusus untuk pelaku yang lain, perwira berpangkat satu melati itu juga tak bisa memberikan penjelasan dengan detail kepada awak media. Artinya, masih ada sekitar sepuluh orang yang diburu petugas.
Sudarsono menambahkan, nanti setelah seluruh pelaku diamankan, polisi baru bisa menyimpulkan apa motif sebenarnya dan siapasiapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
Di sisi lain, pekerjaan rumah yang tak kalah besar selain menangkap semua pelaku adalah memulihkan psikis Cinderela. Menurut Ayunda Ramadhani, psikolog klinis, memulihkan psikis bocah malang itu memang tidak mudah. Butuh waktu dan penanganan yang tepat.
Ayunda menyebutkan, penanganan trauma tidak bisa digeneralisasi. Bergantung dengan kondisi kasus, latar belakang, dan tingkat trauma. ”Tapi, secara umum, terapi dilakukan sesuai umur. Bisa dengan menstabilkan emosinya dulu dengan relaksasi atau teknik stabilisasi emosi lainnya. Dilanjutkan dengan konseling individual, konseling keluarga, dan terapi kognitif bagi anak,” jelasnya.
Ayunda menyarankan, perhatian dan perlindungan ekstra harus diberikan semua pihak kepada korban. Termasuk tidak selalu meminta Cinderela menceritakan kronologi kejadian kepada tiap orang yang bertanya.
Menurut dia, menceritakan kronologi kejadian berpotensi kembali menimbulkan retrauma- sisasi. Artinya, si anak bisa kembali mengalami trauma seperti yang dirasakan karena mengingat kejadian tak menyenangkan tersebut. ”Perbanyak perhatian dan pelukan yang secara psikis bisa menenangkan anak,” imbuh Ayunda.
Dia menambahkan, anak perlu didampingi psikolog untuk mempercepat pemulihan pascatrauma. Banyak opsi yang seiring waktu bisa dipilih untuk memulihkan trauma Cinderela. Opsi pindah dari domisili saat ini bisa saja dilakukan. Namun, perlu dipertimbangkan lingkungan baru si anak. Apakah bisa memulihkan trauma yang sudah didera. Jadi, pemilihan lingkungan juga harus matang serta tidak boleh asal pindah.
Secara psikologis, pemberian hukuman berat untuk pelaku juga memberikan dampak positif bagi korban. Namun, Ayunda menekankan fokus utama pemulihan adalah memberikan rasa aman serta perlindungan terhadap korban. Mengingat usia korban yang masih 12 tahun. (dra/nyc/c24/far/ami)