Forum Rektor Dukung KPK
Tuntaskan Kasus E-KTP
JAKARTA – Dukungan moril agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) terus mengalir. Salah satunya datang dari Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Guru Besar Antikorupsi berbagai perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Mereka kemarin (17/3) mendatangi gedung KPK untuk menyampaikan dukungan itu.
Wakil Ketua FRI Asep Saefudin menyatakan, dukungan tersebut mewakili profesor dan guru besar berbagai PT. Menurut dia, peran KPK sangat vital sebagai garda pemberantasan korupsi di tanah air. Karena itu, KPK harus berani mengungkap kasus megakorupsi tersebut. ’’KPK memberikan harapan bagi bangsa Indonesia dalam membawa aktor-aktor yang sangat sulit disentuh hukum,’’ ucapnya.
Sebagaimana diberitakan, puluhan nama anggota DPR terseret dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu. Beberapa nama yang disebut dalam dakwaan adalah Setya Novanto (ketua DPR), Yasonna Laoly (Menkum HAM), dan Ganjar Pranowo (gubernur Jawa Tengah).
FRI juga menolak rencana pembahasan revisi UU KPK yang kini bergulir di DPR. Pembahasan itu dinilai sulit dilepaskan dari upaya KPK yang sedang mengungkap perkara e-KTP. Rencana tersebut patut diduga sebagai upaya melemahkan dan memecah konsentrasi KPK. ’’Lebih baik DPR membantu KPK untuk penuntasan megakorupsi e-KTP,’’ paparnya.
Para akademisi itu juga mengajak Presiden Joko Widodo konsisten mendukung kerja KPK. Pasalnya, segala bentuk ancaman terhadap komisi antirasuah juga berarti ancaman bagi pemberantasan korupsi yang masuk dalam program Nawacita JokowiJusuf Kalla.
Selain kalangan akademisi, dukungan terhadap KPK datang dari Serikat Karyawan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Mereka meminta KPK mengusut aliran dana korupsi ke PNRI. Dalam dakwaan, Perum PNRI yang diwakili Isnu Edhi Wijaya diduga menikmati uang panas Rp 107,7 miliar.
Ketua Serikat Karyawan Perum PNRI Anggraeni Mutiasari mengungkapkan, pihaknya juga ingin KPK menelusuri sejauh mana PNRI sebagai rekanan proyek e-KTP bisa menerima pembayaran Rp 1,6 triliun. Padahal, hal itu tidak sesuai dengan realitas. ’’ Yang jadi pertanyaan, ke mana uang kami? Sebab, ini selisihnya sekitar Rp 1,3 triliun,’’ ujarnya di gedung KPK.
Menurut dia, penanganan korupsi e-KTP secara langsung berdampak pada PNRI. Sebab, selama ini mereka menggantungkan nasib di perusahaan milik negara tersebut. ’’Ini adalah sawah ladang kami. Kalau terjadi apa-apa di perum, kamilah karyawan yang ada di dalam merasa dirugikan,’’ tegasnya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif masih menunggu hasil perkembangan sidang kasus e-KTP. Terutama terkait dengan keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. ’’Memang, salah satu strategi yang dimiliki penuntut umum adalah melihat perkembangan persidangan,’’ tuturnya setelah menerima kunjungan para rektor. (tyo/c5/ang)