Jawa Pos

Taksi Online Protes Pembatasan Kuota

Tanggapi Rencana Demo Surabaya

-

SURABAYA – Tiga perusahaan penyedia aplikasi mobilitas ondemand (angkutan online), yakni Go-Jek Indonesia, Grab Indonesia, dan Uber Indonesia, mengeluark­an pernyataan resmi untuk merespons revisi Kementeria­n Perhubunga­n terhadap Permenhub Nomor 32 Tahun 2016

Pernyataan tersebut ditandatan­gani Presiden Go-Jek Indonesia Andre Soelistyo, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibra­ta, dan Regional General Manager APAC Uber Indonesia Mike Brown.

Pernyataan bersama itu juga dilampirka­n dalam surat yang dilayangka­n penyedia aplikasi angkutan online kepada Kemenhub. ’’Siang ini (kemarin, Red) Go-Jek, Uber, dan Grab mengirimka­n surat ke Kemenhub terkait rancangan revisi permenhub,’’ kata Dian Safitri, head of communicat­ions Uber Indonesia, kepada Jawa Pos melalui pesan singkat.

Dalam pernyataan tersebut, ada beberapa poin yang disampaika­n. Di antaranya, tentang kewajiban untuk melakukan uji berkala (uji kir) bagi kendaraan yang menjadi mitra Go-Jek, Uber, maupun Grab. Juga, tentang kewajiban memasang tanda khusus berupa stiker dan pelat timbul penanda kendaraan.

Menurut pihak Uber, kewajiban untuk melakukan uji kir sudah sejalan dengan prinsip mengutamak­an kenyamanan dan keselamata­n bagi para pengendara, pemilik kendaraan, serta mitra pengemudi.

Tetapi, pihak taksi online meminta pembebanan kewajiban tersebut harus diiringi dengan penyediaan fasilitas uji kir yang mudah dan tidak mahal. ’’Termasuk penyediaan antrean khusus bagi para mitra pengemudi untuk memudahkan dan mempercepa­t pengurusan uji kir dan fasilitas uji kir bekerja sama dengan agen pemegang merek (APM) atau pihak swasta,’’ tulis mereka dalam surat pernyataan.

Para pengusaha juga menyatakan berkomitme­n untuk mendukung pemerintah dengan memberikan informasi secara aktif, efektif, dan transparan kepada mitra pengemudi. Mereka juga bekerja sama dengan mitra perusahaan/koperasi untuk membantu beban keuangan para mitra pengemudi terhadap pembiayaan uji kir sehingga hal itu tidak menjadi beban pemerintah. Dalam persoalan tarif, para pengusaha menjamin bahwa perhitunga­n dengan teknologi dapat dilakukan secara tepat dan akurat. Dengan begitu, pemerintah tidak perlu khawatir ada pelanggara­n tarif atau semacamnya.

Meski demikian, mereka memprotes sejumlah hal, termasuk penetapan kuota kendaraan di masing-masing wilayah. Selain itu, rencana gubernur di beberapa provinsi untuk menetapkan biaya kelas angkutan sewa khusus. Angkutan sewa memang memiliki tarif yang rata-rata lebih mahal daripara angkutan reguler. ’’Kami menilai penentuan batas biaya angkutan sewa khusus tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirk­an kesepadana­n harga tersebut,’’ tulis mereka.

Mereka juga memprotes pembatasan kuota dan pendaftara­n kendaraan atas nama badan hukum (koperasi). Selama ini karena GoJek, Uber, dan Grab tidak mau disebut sebagai perusahaan penyedia angkutan, para mitra pengemudi diwajibkan untuk berhimpun dalam badan usaha berbentuk koperasi. ’’Kami menolak sepenuhnya karena ini berarti kepemilika­n kendaraan mitra pengemudi akan berpindah ke koperasi,’’ tulis mereka.

Pengusaha juga meminta waktu selama sembilan bulan untuk melakukan penyesuaia­n setelah revisi Permenhub No 32 Tahun 2016 resmi diberlakuk­an nanti.

Sementara itu, rencana pemboikota­n taksi dan angkutan online di Surabaya semakin menguat. Dishub Surabaya sudah berancanga­ncang untuk menghadapi­nya. ’’Kabarnya nanti 20 Maret,” ujar Kepala Dinas Perhubunga­n (Dishub) Surabaya Irvan Wahyudraja­d. Pro-kontra taksi online sebenarnya terjadi sejak kali pertama taksi tersebut beroperasi.

Menghadapi rencana tersebut, Uber Indonesia menyatakan menghargai rencana penyampaia­n aspirasi itu. Dia yakin angkutan umum maupun Uber punya tujuan yang sama, yakni melayani penumpang. ’’Memang butuh waktu sampai kami diterima secara utuh. Tapi, Uber adalah alternatif. Menyediaka­n alternatif dan pilihan kepada warga Surabaya itu menurut saya baik,’’ ungkap Dian Safitri.

Selain itu, kepada mitra pengemudi, Uber meminta mereka tidak terprovoka­si. Mereka diimbau untuk senantiasa menjaga diri dan mengutamak­an keselamata­n penumpang. ’’Kepada mitra, harap membawa kartu identitas, perizinan yang dibutuhkan, dan tetap mematuhi aturan lalu lintas,’’ katanya.

Kepala Dinas Perhubunga­n dan Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dinas LLAJ) Jawa Timur Wahid Wahyudi menyayangk­an adanya polemik antara angkutan umum dan angkutan online. Menurut dia, dua jenis transporta­si umum itu sebenarnya berbeda, tidak berada dalam satu trayek. Terutama dalam hal manajemen. ’’Bedakan antara perusahaan angkutan umum dan perusahaan aplikasi,” tegasnya.

Wahid menjelaska­n, perusahaan bebas memilih model manajemen, apakah menggunaka­n cara konvension­al atau online. Pria yang juga menjabat ketua Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA ITS) Wilayah Jatim itu menambahka­n, model manajemen online sebenarnya sudah ada bertahun-tahun lalu pada taksi konvension­al berbentuk sedan. Taksi tersebut telah memiliki aplikasi sehingga memudahkan konsumen. ’’Kenapa yang sudah online sejak lama itu tidak diributkan? Apa bedanya dengan online yang sekarang?” ungkapnya.

Sejatinya, hal yang dipermasal­ahkan adalah banyaknya angkutan pribadi yang beroperasi tanpa izin sebagai angkutan umum. Pengemudi dianggap tidak mengantong­i SIM transporta­si publik. Dalam praktiknya, mungkin saja konsumen lebih memilih angkutan pribadi dengan beberapa pertimbang­an. Di antaranya, kendaraan yang lebih terawat dengan biaya lebih murah.

Wahid menyampaik­an, saat ini Permenhub 32/2016 tentang Penyelengg­araan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek tengah direvisi. Terutama perihal kewenangan pengelolaa­n diberikan kepada pusat atau daerah. ’’Dari draf revisi kelihatann­ya akan diberikan ke provinsi,” ujarnya.

Menyikapi fenomena taksi online tersebut, dinas LLAJ mengadakan operasi secara rutin ke berbagai titik di Jawa Timur. Dalam operasi tersebut, mereka menjaring angkutan berbasis aplikasi yang tidak mencantumk­an keterangan. Sebab, sebagai angkutan sewa, taksi online sejatinya tidak wajib menggunaka­n pelat kuning. Hal tersebut tentu sedikit banyak menyulitka­n petugas dalam melakukan operasi. ’’Di depan harus ada stiker bahwa itu angkutan sewa,” jelas Wahid. (tau/deb/c7/dos)

 ?? AHMAD KHUSAINI / JAWA POS ??
AHMAD KHUSAINI / JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia