Pemkab Siap Kelola Tanggul Lumpur
SIDOARJO – Pembubaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) ikut membuat pemkab cemas. Sebab, hingga kini ada sejumlah per masalahan yang belum tuntas. Di antaranya, ganti rugi aset daerah berupa tanah wakaf, fasilitas umum (fasum), dan fasilitas sosial (fasos). Selain itu, masalah pengaliran lumpur ke Kali Porong.
Menurut Bupati Saiful Ilah, pemerintah harus mempersiapkan badan pengganti BPLS secepatnya. Tujuannya, pekerjaan yang sebelumnya ditanggung BPLS dilanjutkan badan yang baru. Dia mencontohkan penertiban lahan di luar peta area terdampak yang sudah dibeli negara. Sebelum dibubarkan, akhir bulan ini BPLS berencana merobohkan bangunan yang dibeli
Lokasinya di Desa Gedang, Kecamatan Porong. ’’Eksekusi itu nanti siapa yang mengerjakan,’’ kata pria berusia 67 tahun tersebut.
Saiful juga khawatir dengan tanah-tanah yang sudah ditertibkan. Jika dibiarkan tanpa ada yang mengelola, tanah itu akan dimanfaatkan orang lain. Sebut saja para pedagang kaki lima (PKL). ’’Jadi, tambah kumuh kalau ditempati PKL liar,’’ ujarnya.
Dia menyatakan, pelunasan ganti rugi tanah wakaf, fasum, dan fasos sejauh ini juga terkendala. Nah, dengan pembubaran BPLS, para penjaga tanah wakaf saat ini tentu bingung berkomunikasi dengan siapa agar ganti rugi segera dicairkan. ’’Nah, masalah-masalah itu harus cepat ditangani,’’ tuturnya.
Yang tidak kalah penting adalah proyek penanggulan dan pengaliran lumpur. Saiful menegaskan bahwa pengerjaan itu harus terus berjalan. Tidak boleh berhenti. Apalagi, saat ini hujan terus mengguyur Kota Delta. ’’Kalau tanggul jebol, nanti bagaimana?’’ tanya bupati yang juga ketua DPC PKB Sidoarjo tersebut.
Karena itu, dalam waktu dekat dia berkunjung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Tujuannya, menanyakan kepastian badan atau lembaga baru yang menangani lumpur dan tanggul tersebut. Kalau pemerintah belum menunjuk pengelola tanggul, pemkab bakal mengajukan permohonan pengelolaan. Dia yakin akan jauh lebih baik jika tanggul dikelola pemkab. Misalnya, pemkab bakal menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat wisata. Sudah ada konsep wisata lumpur. ’’Kami akan jadikan wisata dan geopark,’’ jelasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sidoarjo Djoko Sartono menjelaskan, penyerahan kewenangan BPLS ke pemkab harus disertai dengan bantuan anggaran dari pemerintah. Misalnya, anggaran pengaliran lumpur dan penanggulan. Pejabat asal Ponorogo itu menambahkan, tanpa biaya bantuan, tentu keuangan pemkab tidak akan mencukupi untuk pemeliharaan tanggul lumpur dan sejenisnya. ’’Diserahkan, tapi juga dibantu anggaran pengaliran lumpur dan penanggulan,’’ terangnya.
Sebagaimana yang diberitakan, pada 2 Maret lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2017 untuk membubarkan BPLS. Tugas lembaga nonstruktural tersebut bakal diambil alih oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kemen PUPR dan berganti nama menjadi Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (PPLS).
Selama ini BPLS ditunjuk untuk mengurusi pembayaran ganti rugi korban serta fasum dan fasos di luar peta area terdampak (PAT) yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk pembayaran ganti rugi korban di dalam PAT dari dana talangan pemerintah, BPLS berkoordinasi dengan PT Minarak Lapindo Jaya. (aph/c14/hud)