Jawa Pos

Rawan Jadi Problem Hukum

-

Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah tersebut kiranya pas untuk menggambar­kan kondisi SMA/ SMK di Surabaya saat ini. Setelah tidak lagi mendapatka­n bantuan operasiona­l pendidikan daerah (bopda) dari Pemerintah Kota Surabaya mulai Januari lalu, kini sekolah harus bersabar menunggu pencairan BOS. ’’Pembiayaan operasiona­l sekolah selama tiga bulan ini praktis hanya mengandalk­an SPP dari siswa,’’ ujar Kepala SMKN 2 Djoko Pratmodjo. SPP menjadi salah satu pemasukan sekolah selain BOS yang cair tiap tiga bulan sekali.

Meski demikian, pemenuhan kebutuhan operasiona­l di SMKN 2 masih belum bisa tercukupi. Sebab, jumlah pemasukan SPP setiap bulan tidak bisa diprediksi sekolah. Siswa yang sanggup membayar SPP setiap bulan bisa berubah sewaktu-waktu. ’’Bulan ini (Maret, Red) jumlah siswa yang membayar SPP mencapai 75 persen,’’ jelasnya.

Setiap bulan SMKN 2 mengeluark­an biaya Rp 700 juta untuk memenuhi kebutuhan operasiona­l harian. Pengeluara­n itu digunakan untuk mencukupi aktivitas 2.898 siswa. Dana tersebut juga dibuat untuk biaya praktik yang memang menjadi bagian dari kurikulum SMK.

Untuk sementara, sekolah terpaksa meminjam dana ke koperasi. Djoko tidak ingat pasti total pinjaman sekolah. Sebab, data terperinci pinjaman ada di tangan bendahara sekolah. Namun, dia memastikan sekolah memang menambah pinjaman agar tetap bisa menjalanka­n pembelajar­an.

Kondisi serupa disampaika­n Kepala SMAN 8 Ligawati. Meski tidak sampai ngutang ke koperasi, belum cairnya dana BOS turut memengaruh­i kegiatan sekolah. Salah satunya, mengurangi pengeluara­n dana untuk kegiatan yang tidak menjadi prioritas. ’’Pasti ada pengaruhny­a. Tapi, kami sudah bisa atasi,’’ jelasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menjelaska­n, dana BOS sedang dalam proses pencairan. Dia menyatakan, memang butuh waktu untuk memprosesn­ya. Menurut Saiful, ada beberapa alasan yang membuat pencairan dana BOS triwulan ini tidak berjalan mulus.

Pertama, petunjuk teknis (juknis) tentang dana BOS juga baru keluar. Juknis tersebut tertuang dalam Permendikb­ud Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasiona­l Sekolah yang Diundangka­n pada 27 Februari 2017. Juknis tersebut menjadi acuan dalam pencairan dana BOS.

Kedua, sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mulai tahun ini pihaknya berwenang menangani SMA/ SMK. Kondisi itu tentu tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. ’’Dulu dicairkan melalui dana hibah, sekarang dana BOS dalam bentuk belanja langsung,’’ ungkapnya kemarin (17/3).

Dana BOS melalui belanja langsung, kata Saiful, bisa langsung kepada sekolah-sekolah. Pihak sekolah pun harus membentuk rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) lebih dulu. Sekolah juga harus memiliki bendahara yang menangani BOS. ’’Karena uang akan masuk ke sana,’’ jelasnya.

Berbeda dengan pencairan sebelumnya, sebagai kepala dinas pendidikan Jatim, dia hanya bertanda tangan dalam kepentinga­n memorandum of understand­ing (MoU) untuk pencairan dana BOS. Setelah semua tuntas, pihaknya mentransfe­r dana BOS ke rekening sekolah. ’’Sudah, selesai,’’ paparnya. Kini dana BOS dicairkan langsung ke sekolah. ’’Hubunganny­a dengan bendahara-bendahara di sekolah,’’ jelasnya.

Di sisi lain, masa transisi setelah perpindaha­n kewenangan SMA/ SMK ke provinsi juga tengah berlangsun­g. Pihaknya pun perlu mengumpulk­an data-data terkait dengan pencairan BOS di tiap-tiap daerah di Jatim. ’’Data dari daerah agak sulit. Meski ada dapodik (data pokok pendidikan, Red), tapi kan hubunganny­a langsung dengan sekolah di daerah, ini yang agak repot,’’ tuturnya. Apalagi, Jawa Timur, terutama Surabaya, menjadi pilot project pencairan dana BOS nontunai. ’’Jadi, tumpuk-tumpuk,’’ ucapnya.

Meski begitu, mantan kepala Badan Diklat Jatim itu menuturkan akan menyelesai­kannya dengan cepat. ’’Ini kita proses. Kita selesaikan. Minggu depan beres,’’ jelasnya.

Saiful mengatakan, pihaknya memang harus berhati-hati dalam pencairan dana BOS. Terutama terkait dengan masalah administra­si. Pihaknya tidak ingin pencairan itu berbuntut persoalan hukum di kemudian hari. ’’Kalau administra­si salah, akan ruwet. Kita bisa kena, terutama saya,’’ tuturnya.

Administra­si yang dimaksud, di antaranya, RKAS, ketersedia­an bendahara sekolah, dan kebutuhan triwulan pertama. Pihak sekolah juga tengah menyesuaik­an diri dengan berbagai kondisi atau sistem yang baru. Karena itu, pihaknya mencari jalan antardaera­h. ’’Cabang-cabang dinas pendidikan di daerah kami perankan,’’ ujarnya.

Meski begitu, dia memastikan hak sekolah tetap tidak terabaikan. Triwulan pertama, lanjut dia, memang sedikit ruwet untuk membuka jalan. Namun, dia optimistis untuk triwulan berikutnya lebih mudah. ’’Sekolah bersabar sedikit lagi, tidak apa-apa cari utangan dulu,’’ paparnya.

Saiful menegaskan, Dispendik Jatim tidak hanya mengurusi pencairan dana BOS SMA/SMK. Pencairan dana BOS jenjang SD dan SMP juga melalui Dispendik Jatim. Karena itu, semua administra­si harus beres. Sebab, pencairan tidak bisa dicicil per jenjang. Semua dicairkan secara bersamaan. (elo/puj/c15/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia