Rumah Mafia hingga Bukit Bendera
Bagi orang Indonesia, Penang atau Pulau Pinang di Malaysia lebih dulu dikenal sebagai tempat berobat. Kini, pulau di Selat Malaka itu makin populer sebagai destinasi wisata. Terutama karena kulinernya yang istimewa. Penang yang tidak terlalu luas cocok di
SAYA dan istri memutuskan mengajak si kecil yang baru berusia 2 tahun ketika piknik ke Penang November 2016 lalu. Karena membawa balita, persiapan
traveling pun agak ribet. Stroller ringkas wajib dibawa ke mana-mana. Itinerary juga tidak boleh terlalu padat karena menyesuaikan si kecil.
Tiba di Penang via Kuala Lumpur (KL), kami hanya punya waktu tiga hari untuk mengeksplorasi pulau yang warganya terdiri atas etnis Melayu, Tiongkok, dan India tersebut. Menginap dua malam di Macalister Road (dekat Georgetown) dan semalam di Batu Ferringhi kami anggap cukup untuk menjelajahi hampir seluruh sudut Penang.
’’Tempatnya jauh, tak boleh segitu,’’ kata Balvir Singh, sopir taksi keturunan India, ketika menjemput kami di hotel. Meski beberapa kali menggunakan jasanya, tawar-menawar selalu terjadi sebelum naik taksi merahnya. Pengemudi taksi di Penang memang enggan menggunakan argo walaupun di luar taksinya terpasang tulisan ’’Teksi Ini Menggunakan Meter, Tawar-menawar Dilarang’’.
Sebenarnya, ada pilihan transportasi yang lebih murah seperti bus Rapid Penang atau Penang City Hop On Bus yang gratis. Namun, lagi-lagi, karena mengajak balita, kami memilih pakai taksi ke mana-mana agar praktis.
Pinang Peranakan Mansion menjadi destinasi pertama kami. Bangunan ini adalah bekas kediaman Chung Keng Kwee. Dia adalah godfather alias mafia yang menjadi kaya karena perdagangan candu. Rumah sang mafia yang menikah dengan warga Melayu ini paling mewah pada zamannya.
Dari mansion yang dibangun pada abad ke-19 ini, wisatawan bisa melihat gaya hidup kaum peranakan di masa lalu. Lantai keramik rumah Sang Kapitan didatangkan dari Inggris, sedangkan tiang-tiangnya buatan Skotlandia. Koleksi barang antiknya yang langka berjumlah ribuan dan masih terawat dengan baik. Ada foto keluarga, alat makan, kamar tidur, pakaian, alat pengisap candu, hingga tusuk gigi yang terbuat dari emas!
Kota tua Georgetown menjadi tujuan berikutnya. Targetnya berburu street art dan foto dengan background bangunanbangunan kuno yang masih terawat baik. Hampir seluruh bangunan di Georgetown adalah ruko berasitektur Tiongkok dan dicat warna-warni. Bangunan tersebut difungsikan menjadi kafe, restoran, rumah, hingga museum.
Salah satu yang menarik perhatian adalah The Camera Museum. Meski tempatnya di ruko, koleksinya komplet. Ada berbagai kamera lawas, kamera medium format, hingga kamera matamata agen rahasia KGB pada tahun ’70an yang dipasang di kancing baju. Museum ini juga dilengkapi galeri foto dan ruang gelap tempat mencetak foto.
Geser sedikit dari deretan ruko, hanya dengan jalan kaki, kami menuju Beach Street. Di sini banyak bangunan berarsitektur kolonial yang membuat serasa berada di Eropa. Di Padang Kota Lama, sejumlah bangunan tak boleh dilewatkan. Misalnya, Masjid Kapitan Keling dan Gereja Anglikan tertua di Malaysia, yakni St George’s Church, serta Court Building.
Puas menjelajah kota lama, kami bergeser ke Kek Lok Si Temple. Dibangun pada 1904, Kek Lok Si merupakan kuil Buddha terbesar di Malaysia. Pagoda 7 lantai dan patung perunggu Dewi Kwan Im setinggi 30,2 meter menjadi bagian paling menarik. Dari atas pagoda akan terlihat pemandangan kota.
Cuaca yang kurang bersahabat membuat kami harus mengunjungi Penang Hill di hari berbeda. Padahal, lokasinya tak jauh dari Kek Lok Si Temple. Penang Hill atau disebut Bukit Bendera, menurut saya,
spot paling menarik di Penang. Untuk sampai ke puncak bukit setinggi 830 meter di atas permukaan laut, pengunjung harus naik kereta furnikular.
Kereta ini berjalan menanjak di jalur yang dibangun pemerintahan kolonial Inggris sejak 1903. Jaraknya sekitar 2 km. Ah, saya jadi membayangkan, jika Bukit Sikunir di Dieng atau Kawah Ijen di Banyuwangi diberi fasilitas seperti ini, tentu tak harus repot mendaki. Di puncak Bukit Bendera, pengunjung bisa menikmati panorama Georgetown dan Jembatan Penang yang membentang di atas laut.
Tak lupa kami mencicipi berbagai kuliner yang enak. Beberapa menu yang patut dicoba adalah asam laksa, char koay teow,
wan tan mee, nasi kandar, dan roti canai. Sedangkan dessert- nya ada rojak, ais kacang, serta cendol. (*/c19/na)