Ajari Nelayan Bangun Kapal Bambu
Seiring berjalannya waktu, bahan kayu jati untuk membuat kapal semakin langka. Dr Akhmad Basuki Widodo meneliti bahan lain. Bambu.
RISET tentang kapal bambu dimulai pada 2001. Kala itu Dr Akhmad Basuki Widodo masih bekerja di PT Penataran Angkatan Laut (PAL) sebagai peneliti. Sambil menyelesaikan S-3 di Jurusan Teknik Perkapalan ITS, dia menjadi dosen luar biasa di Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan (FTIK) Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya.
Sejak 2001 hingga 2009, penelitian tersebut masih berkutat pada bahan. Setelah menemukan jenis bambu yang paling sesuai, Widodo masih harus mencari bahan-bahan lain. Tujuannya, kapal yang dibangun nanti benar-benar kuat dan bisa membantu perindustrian transportasi laut.
Dalam penelitian tersebut, Widodo tidak sendiri. Dia mendapat bantuan tiga dosen FTIK. Yakni, Dekan FTIK Dr Viv Sjanat Prasita dan dua dosen lain, Nur Yanu Nugroho dan Ali Munazid.
Jenis bambu yang digunakan untuk membuat kapal adalah bambu betung. Sebab, bambu jenis itu memiliki diameter yang besar dan batang yang kuat. Proses riset bahan memang waktu cukup lama. Sebab, mereka harus melalui beberapa pengujian sampai benar-benar matang. ’’Salah satunya uji fatigue yang memakan waktu hingga dua tahun,’’ terangnya.
Pada proses tersebut, laminasi bambu ditekan dengan beban 10 juta cycle. Itu dilakukan terus-menerus selama 18 jam. Kemudian diulang terus sampai bambu tak mampu menahan beban. Mulai bahan geladak, lambung, dan gading. Semua tak luput dari berbagai pengujian. Dari proses itu diketahui bahwa laminasi bambu betung benar-benar kuat.
Sejak diangkat menjadi dosen tetap di UHT pada 2012, Widodo semakin gencar meneruskan penelitian. Dia dan empat kawannya berupaya membuat kapal bambu utuh. Pada pembangunan pertama, mereka membuat kapal penangkap ikan berkapasitas 5 GT. ’’Kami mendapat banyak bantuan dari universitas dan dana-dana penelitian dari pemerintah pusat,’’ ungkap pakar produksi dan material kelautan itu.
Saat ini kapal berkapasitas 5 GT tersebut telah rampung dan bisa disaksikan di depan gedung rektorat. Beberapa kali kapal laminasi bambu berlogo Pring Prahu tersebut dipamerkan dalam kegiatan- kegiatan khu sus. Antara lain, parade Bunga Ulang Tahun Ke- 722 Surabaya, Pameran Industri Ma ritim STTAL, hingga Indo Defence 2016 di JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Namun, penelitian tak akan berarti jika tidak diaplikasikan. Karena itu, Widodo dan tiga dosen tersebut melakukan sosialisasi kepada perajin kapal, khususnya di Jawa Timur. Antara lain, Banyuwangi, Pasuruan, Lamongan, Tuban, Gresik, dan Sumenep. Di sana, mereka membagikan ilmu pembuatan kapal nelayan dari bambu. ’’Setiap daerah memiliki bentuk kapal yang berbeda dan unik. Namun, semuanya tetap bisa menggunakan bahan bambu,’’ tambah Yanu.
Kegiatan sosialisasi melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim. Diharapkan, pembuatan kapal yang selama ini menggunakan kayu jati bisa beralih ke bahan bambu. Sebab, banyak keuntungan yang diperoleh dengan penggantian bahan tersebut. Terutama anggaran yang bisa ditekan hingga 25 persen.
Ke depan, bukan hanya kapal penangkap ikan yang dikembangkan tim pembuat kapal bambu UHT. Tak tertutup kemungkinan bahan tersebut digunakan untuk membuat kapal angkut, kapal knockdown, hingga klinik terapung. ’’Khusus klinik terapung, akan disesuaikan dengan kebutuhan seperti klinik di darat. Ini sangat dibutuhkan di daerah kepulauan yang jauh dari rumah sakit,’’ paparnya. (ant/c5/nda)