Sudah Profesor saat Umur 47 Tahun
Prof Dr Nursalam MNurs (Hons) juga menunjukkan bahwa tidak ada ketimpangan gender di bidang keperawatan, profesi yang digelutinya. Pria 50 tahun itu merupakan satu-satunya guru besar laki-laki di bidang keperawatan di Indonesia.
NURSALAM ingat betul kejadian pada Sabtu, 18 Januari 2014. Dia harus menghilangkan groginya sebelum naik ke podium untuk membacakan orasi ilmiahnya tatkala dilantik menjadi guru besar keperawatan pertama di Universitas Airlangga.
Berulang-ulang Nursalam menarik napas panjang untuk membunuh grogi yang menjalar di setiap sendinya. Degup jantungnya begitu keras. Namun, orasi tersebut tidak boleh gagal karena kegugupannya.
Waktu itu Nursalam membuat karya ilmiah tentang pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dia mengambil judul Caring sebagai Dasar Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan dan Keselamatan Pasien. Dia memang sudah lama mengamati perawatan yang diberikan perawat di rumah sakit
Dalam pemaparan tersebut, Nursalam menekankan pada sumber daya yang menunjang kinerja perawat. Pria kelahiran Kediri itu memang menginginkan profesi yang digelutinya tidak dipandang sebelah mata. Harus menjadi profesi yang profesional.
Waktu itu usia Nursalam masih 47 tahun. Di usianya yang tergolong masih muda, dia bisa meraih gelar profesor. Pencapaian tersebut tentu menjadi hal yang luar biasa. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga dunia pendidikan keperawatan. Apalagi, Nursalam adalah profesor laki-laki pertama di Indonesia. ’’ Profesor pertama di luar Universitas Indonesia juga,’’ jelasnya.
Guru besar di bidang keperawatan memang banyak diampu Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. Seluruhnya perempuan. Sebut saja Prof Dra Elly Nurachmah SKp, Prof Dr Ratna Sitorus SKp, Prof Dra Setyowati SKp, Prof Achir Yani S. Hamid SKp, dan Prof Budi Anna Keliat SKp. ’’Sampai sekarang saya masih belum ada yang menyusul,’’ tegas Nursalam.
Profesi perawat selama ini memang lebih banyak digeluti perempuan. Karena itu, profesi tersebut tidak jarang identik dengan perempuan. Dengan dilantik sebagai guru besar keperawatan, Nursalam tidak ingin ada ketimpangan gender lagi dalam profesi yang digeluti. Dia ingin perawat laki-laki bangga dan serius dengan profesinya. ’’Harus ditunjukkan dengan menjadi perawat profesional,’’ tegasnya.
Nursalam sendiri menggeluti profesinya sejak lulus dari Akademi Keperawatan Soetomo Depkes Surabaya pada 1988. Sejak remaja dia memang cinta pada dunia medis. Dia ingin mengabdi untuk masyarakat.
Pria yang tinggal di Keputih itu memang sejak kecil suka belajar. Pada 1997 dia lulus dari BSN and Master Of Nursing (Coursework) University of Wollongong, New South Wales, Australia. ’’Setahun setelahnya saya lulus honours Master of Nursing (Research) dari universitas yang sama,’’ tutur Nursalam. Pada 2005 Nursalam menyabet gelar doktor di Unair.
Selain mengabdi di dunia keperawatan, Nursalam termasuk orang yang konsen di dunia pendidikan. Hingga kini, dia menjadi ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur. Dia pun mendorong anggotanya untuk terus meng-upgrade ilmu pengetahuannya. Bagi dia, perawat harus memiliki pengetahuan yang luas. ’’Untuk itu harus terus belajar,’’ paparnya.
Dekan Fakultas Keperawatan Unair tersebut bergelut sebagai dosen. Setahun setelah lulus dari Akademi Keperawatan Soetomo Depkes Surabaya, Nursalam diangkat menjadi dosen.
Dia merupakan salah seorang yang berjuang mendirikan Fakultas Keperawatan Unair. Setelah menjabat ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Unair, Nursalam menjadi dekan pertama di Fakultas Keperawatan Unair. ’’Pada 2008 keperawatan mulai pisah dari fakultas kedokteran dan menjadi fakultas sendiri,’’ ucapnya kemarin (19/3).
Ketua Pendidikan dan Latihan DPP PPNI itu juga pernah bergelut di rumah sakit. Salah satunya ketika Rumah Sakit Unair berdiri. Pada 2010 Nursalam menjabat manajer keperawatan. Dia berupaya menata manajerial keperawatan di rumah sakit baru. Berkat tangan dinginnya, manajemen perawat di rumah sakit di Kompleks Kampus C Unair itu pun tertata.
Sekarang dia fokus di kepengurusan organisasi profesi perawat. Dia ingin memperjuangkan nasib sejawatnya. ’’Sebelum hari ulang tahun PPNI Sabtu lalu, saya ikut demo ke Jakarta untuk menunjukkan aspirasi tentang perawat,’’ tuturnya. Salah satu yang diusung saat itu adalah nasib para perawat non-PNS. Harapannya, para perawat yang telah lama bekerja bisa dengan mudah mendapatkan rekomendasi PNS.
Dia juga ingin perawat mendapatkan jabatan strategis. Entah di rumah sakit ataupun institusi. Dia mencontohkan, perawat difungsikan sebagai kepala puskesmas.
Untuk menunjang hal tersebut, dia menyarankan setiap perawat agar dapat meningkatkan kompetensinya. Misalnya, mengikuti berbagai seminar dan pelatihan.
’’ Perawat harus dekat dengan masyarakat,’’ ungkapnya. Salah satu fungsi perawat, menurut dia, adalah care. Perawat akan lebih banyak bertemu dengan pasien dan keluarganya. Dari situ, peran perawat untuk mengedukasi dalam hal kesehatan harus lebih digiatkan. (*/ c15/ dos)