Bupati Minta Cek Sertifikat Tanah
Data Bangli Warga di Sempadan Kali Buntung
SIDOARJO – Bupati Sidoarjo Saiful Ilah meminta penertiban bangunan liar (bangli) di sempadan Kali Buntung tetap berjalan. Menurut dia, rumah, ruko, serta warung yang berdiri di setren kali jelas menyalahi aturan. Selain membuat wajah kota terkesan kumuh, bangunan tersebut membuat sungai tak bisa dinormalkan. Daya tampung sungai berkurang karena sedimentasi dan tumpukan sampah.
Program penertiban bangli di se panjang sempadan sungai merupakan salah satu upaya untuk mengatasi banjir yang sering menerjang Kota Delta. Prioritas penertiban adalah sepanjang bantaran Kali Buntung, mulai Krian hingga Sedati. Sejauh ini, dua lokasi sudah ditertibkan dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (PUPR).
Tahun lalu, 75 bangli dirobohkan di Desa Bringinbendo, Taman
Dilanjutkan dengan eksekusi 118 rumah semipermanen di Dusun Gresikan, Krian, akhir Februari lalu. Saiful menyatakan, setelah penertiban bangli di Taman dan Krian tuntas, jajarannya bergeser ke titik-titik lain. Targetnya adalah membersihkan bangli di kawasan Bungurasih, Medaeng, Kedungrejo, dan Kepuh Kiriman. ’’Bangli di sempadan sungai terus kami tertibkan,’’ kata Saiful setelah menghadiri kegiatan di AlunAlun Sidoarjo kemarin (19/3).
Saiful mengakui, tidak mudah membersihkan bangli di empat desa tersebut. Salah satu masalahnya adalah banyaknya jumlah bangunan. Berdasar data yang dimiliki Kecamatan Waru, total ada 1.200 bangli. Tak sedikit bangunan yang sudah bersertifikat. Namun, Saiful meminta dinas PUPR tidak gentar. Dia meyakini bahwa bangunan yang berdiri di setren sungai pasti melanggar aturan. Apalagi, sempadan berfungsi sebagai jalan inspeksi sungai. ’’Ini tanah negara. Tidak mungkin penghuninya punya sertifikat,’’ ujar ketua DPC PKB Sidoarjo yang berusia 67 tahun itu.
Dia menjelaskan, ada beberapa jenis sertifikat. Ada yang berstatus hak milik. Itu biasanya dimiliki warga yang mendirikan rumah di tempat yang jelas tidak melanggar aturan. Misalnya, perumahan atau desa. Ada pula sertifikat hak guna bangunan (HGB). Biasanya, lahan yang digunakan berstatus milik negara dan dapat dimanfaatkan dalam rentang waktu tertentu. ’’ Tanah milik negara. Jadi, tidak bisa dimiliki warga,’’ tegasnya.
Saiful meminta dinas PUPR segera mendata sertifikat lahan dan bangunan yang berdiri di setren atau sempadan sungai. Warga yang hanya memegang HGB atau tidak mempunyai sertifikat harus segera meninggalkan tanah yang ditempati. Bagi warga yang terbukti mengantongi sertifikat hak milik, pemkab akan menelitinya lebih dulu. ’’Kami lihat sertifikat itu memang dikeluarkan kantor pertanahan atau tidak. Jangan-jangan palsu,’’ tuturnya.
Kepala Dinas PUPR Sidoarjo Sigit Setyawan menyebutkan, pihaknya segera berkonsultasi dengan Kantor Pertanahan Sido- arjo. ’’Kami cek (persoalan sertifikat, Red) lebih dulu,’’ ucapnya.
Salah satu opsi yang berkembang bagi warga yang memiliki sertifikat asli adalah memindahkannya ke flat. Camat Waru Fredik Suharto membenarkan rencana tersebut. ’’ Tapi, belum final. Masih kami pertimbangkan,’’ ujarnya.
Mantan camat Prambon itu menuturkan, saat ini pihaknya berfokus pada pendataan penghuni sempadan Kali Buntung. Warga diminta mengumpulkan data-data kepemilikan tanah seperti sertifikat atau petok D. Setelah data terkumpul, tim gabungan dari pemerintah kecamatan, desa, satpol PP, dan dinas PUPR akan merapatkannya. ’’Dalam rapat itu, bakal diputuskan,’’ kata Fredik. (aph/c18/pri)