Jawa Pos

Temui Nakhoda Vietnam, Ajak Tangkap Ikan untuk Indonesia

Kalimantan Barat menjadi ujung tombak penanganan kasus pencurian ikan oleh nelayan negara tetangga. Puluhan nelayan kini menjalani proses hukum. Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang melihat langsung penanganan kasus pencurian ikan di provinsi tersebut. Kunj

-

PULUHAN kapal nelayan teronggok di Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak yang berlokasi di tepi sungai Kabupaten Kubu Raya. Sebagian besar kapal berukuran 10 GT itu adalah tangkapan PSDKP selama dua tahun terakhir. Unit dari Kementeria­n Kelautan dan Perikanan (KKP) itu telah menangkap 33 kapal nelayan asing pada 2016. Jumlah tangkapan unit tersebut pada 2015 lebih banyak, yakni 50 kapal nelayan asing. Sebagian kapal itu telah dimusnahka­n karena kasusnya sudah berkekuata­n hukum tetap.

Sebagian besar kapal nelayan yang ditangkap berasal dari Vietnam. Bersamaan dengan penangkapa­n itu, PSDKP mengamanka­n para nakhoda kapal untuk diproses hukum di PN Pontianak. Kebetulan, PN Pontianak memiliki peradilan khusus untuk menangani masalah perikanan dan kelautan.

Kepala Stasiun PSDKP Pontianak Erik Sostenes menyatakan, para nakhoda yang tertangkap saat ini diamankan di pusat detensi yang juga berlokasi di kompleks PSDKP. ”Saat ini ada 21 nakhoda yang tengah menjalani proses hukum di PN Pontianak,” tutur Erik di kantornya Selasa lalu (21/3). PSDKP selama ini hanya menampung para nakhoda selama menjalani proses hukum. Setelah penangkapa­n, para anak buah kapal (ABK) diserahkan kepada pihak imigrasi untuk proses deportasi. Saat Oesman Sapta Odang (OSO) tiba di Stasiun PSDKP Pontianak, Erik me- nunjukkan pusat detensi untuk menampung sementara para nakhoda yang menjalani proses hukum. Di pusat detensi itu, para nakhoda tersebut tidak dikurung dalam sel, melainkan ditempatka­n dalam sebuah barak yang menjadi tempat berkumpul bersama. Rata-rata, mereka suka berkumpul dan bercengker­ama bersama. Saat penyidikan, biasanya pihak kejaksaan membawa seorang penerjemah untuk berbicara dengan mereka.

Banyaknya nelayan asing yang ditampung di pusat detensi itu membuat OSO penasaran. ”Ada yang bisa bahasa Indonesia? Mana? Saya mau bicara,” katanya.

Dia lantas diperkenal­kan dengan Ngo Thanh Phong, nakhoda dari Vietnam yang masih muda. Dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, Thanh Phong mengaku sengaja menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) perairan Indonesia. Tangkapann­ya selama ini langsung dibawa untuk dijual di Vietnam. ”Perjalanan tiga hari dari Vietnam ke Indonesia,” kata dia.

Kini Thanh Phong kapok untuk menangkap ikan secara ilegal. OSO kemudian meminta dia untuk menangkap ikan lagi, tapi dengan kapalnya. ”Mau lagi lah, saya punya kapal ikan. You tangkap ikan, tapi untuk saya, buat Indonesia, jangan you bawa ke Vietnam,” kata OSO. Sambil tersenyum, Thanh Phong setuju jika nanti OSO memberinya pekerjaan.

Setelah mampir ke pusat detensi, OSO diajak Erik untuk melihat kesiapan infrastruk­tur yang dimiliki PSDKP. Secara umum, PSDKP punya dua kapal untuk patrol. Satu kapal berukuran besar, satu lagi berukuran lebih kecil untuk gerak cepat. OSO sempat masuk ke kapal pengawas ikan milik PSDKP. Menurut dia, infrastruk­tur yang dimiliki saat ini masih kurang. ”Kalau saya bicara belum (komplet, Red), (karena) ini pertarunga­n yang harus ditangani Kementeria­n Kelautan,” katanya. (*/ c11/agm)

 ?? TRI MUJOKO BAYUAJI/JAWA POS ?? PANTAU LANGSUNG: Oesman Sapta (tengah) mengunjung­i lokasi bangkai kapal asing sitaan PSDKP Pontianak di Kubu Raya, Kalbar, Selasa (21/3).
TRI MUJOKO BAYUAJI/JAWA POS PANTAU LANGSUNG: Oesman Sapta (tengah) mengunjung­i lokasi bangkai kapal asing sitaan PSDKP Pontianak di Kubu Raya, Kalbar, Selasa (21/3).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia