Persiapan Pilkada-Pemilu Terancam
Jika Opsi Perpanjang Jabatan KPU dan Bawaslu Terealisasi
JAKARTA – Usul DPR untuk menunda uji kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test) dengan memperpanjang masa jabatan komisioner KPU dan Bawaslu bisa berbuntut panjang. Sebab, persiapan pelaksanaan pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang tahapannya dimulai tahun ini sudah menanti di depan mata.
Jika merujuk Undang-Undang (UU) Pilkada dan draf revisi UU Pemilu, tahapan pilkada 2018 dimulai Oktober 2017. Sedangkan tahapan Pemilu 2019 dimulai Juni mendatang. ”Jadi, KPU harus mempersiapkan itu,” kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di kantor KPU, Jakarta, kemarin (24/3).
Hadar menjelaskan, ada banyak hal yang harus dipersiapkan KPU untuk menyiapkan dua agenda tersebut. Untuk pemilu, misalnya, penyelenggara harus merevisi sejumlah peraturan teknis. Jika melihat desain pelaksanaan yang ada, diperlukan sejumlah revisi peraturan KPU (PKPU).
Untuk pelaksanaan pilkada 2018 pun, tak jauh perbedaannya. Meski tidak ada perubahan UU, sejumlah revisi PKPU juga perlu dilakukan. ”Apalagi, ada sejumlah pilkada besar yang harus kita persiapkan Juni 2018. Ada 17 provinsi besar-besar seperti Jatim dan Jabar,” imbuhnya.
Nah, agar pelaksanaan efektif, segala persiapan regulasi sudah harus dilakukan komisioner yang baru. Akan sangat mengganggu jika penyiapan regulasi dilakukan komisioner lama, sedangkan pelaksanaannya dijalankan yang baru.
Apakah anggota KPU tidak siap jika diperpanjang jabatannya? Hadar mengatakan, perpanjangan masa jabatan bukanlah hal yang mudah. Sebab, masa jabatan selama lima tahun sudah dikunci dalam UU Penyelenggara Pemilu. Namun, menurut dia, yang lebih krusial adalah bagaimana menyelamatkan kualitas Pemilu 2019 itu sendiri.
Karena itu, untuk menghindari persoalan yang lebih besar, pihaknya berharap DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan secepatnya. ”Karena banyak hal krusial yang harus diambil kebijakannya oleh rapat pleno komisioner. Jadi, menurut saya, janganlah DPR memilih menundanya,” tutur dia.
Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR) Sunanto meminta DPR berpikir lebih jauh. Menurut dia, jika kualitas persiapan pemilu jeblok, partai politik selaku peserta juga akan dirugikan. ”Semakin lama regulasi (PKPU) dibuat, waktu untuk partai memahami juga makin lama. Yang rugi juga peserta pemilu, tidak bisa memahami teknisnya,” ujar Sunanto.
Dia memprediksi penyiapan peraturan teknis membutuhkan waktu yang lama. Merujuk saat pilkada 2017 lalu, adanya kewajiban konsultasi dengan DPR dalam pembuatan PKPU menimbulkan perdebatan panjang. Akibatnya, prosesnya menjadi sangat lama. (far/c9/agm)