Jawa Pos

Saat Sakit Malah ’’Dibuang’’ di Gubuk yang Terpencil

Sebulan lebih Saripudin tergolek di ranjang perawatan. Dia yang awalnya lumpuh, lalu ditelantar­kan keluarga, kini berangsur membaik. Kekuatan apa yang mendorong Saripudin sehat seperti sekarang?

-

SAMBIL berbaring di tempat tidur, tangan kanan Saripudin, 24, terus naik turun. Tangannya menggengga­m gelas kemasan air mineral. Ternyata dia tengah melakukan terapi kecil untuk merangsang saraf-saraf otot tangan yang seperti lumpuh akibat lama tidak digerakkan.

Hampir sekujur tubuh Saripudin lumpuh. Hanya tangan kirinya yang normal dan digunakan untuk beraktivit­as. Dua kakinya nyaris tidak pernah digunakan untuk berjalan setelah mengalami kecelakaan hebat yang merenggut nyawa temannya pada 2011.

’’Ada fisioterap­is yang datang memeriksa setiap hari. Ini salah satu gerakan yang diajarkan. Alhamdulil­lah, perkembang­annya lumayan. Sekarang lebih baik daripada keadaan dua bulan lalu,” ujar Aris, salah seorang anggota karang taruna Desa Cikulak, yang saat itu kebagian menjaga Saripudin di rumah sakit.

Ya, tugas menjaga Saripudin di rumah sakit dibagi di antara sesama anggota karang taruna. Hal itu dilakukan karena Saripudin ditelantar­kan keluargany­a. Bahkan, sebelum dievakuasi ke RS Waled, Saripudin tinggal di gubuk yang dibangun ayahnya di kebun. ’’Bisa dilihat sendiri. Faktanya memang begitu,’’ imbuh Aris. Derita Saripudin terasa begitu lengkap. Sejak kecil hidup bersama sang ibu karena bercerai, Saripudin harus menerima kenyataan dirinya tidak bisa berjalan lagi setelah mengalami kecelakaan yang menewaskan temannya di Tangerang pada 2011.

Setahun setelah Saripudin kecelakaan itu, ibu kandung yang setiap hari mengurusin­ya meninggal dunia. Dia pun terpaksa ikut bapaknya dan pulang kembali ke tanah kelahirann­ya di Cirebon.

Dia hanya bertahan dua minggu di rumah bapaknya. Sang ayah menikah dan punya anak lagi. Karena itu, ayahnya terpaksa memindahka­n Saripudin ke sebuah gubuk yang jauh dari permukiman. Alasannya, luka yang diderita Saripudin mengeluark­an bau busuk yang membuat seisi rumah tidak nyaman.

’’Saya tinggal di gubuk dua tahun lebih. Makan seadanya. Kadang dikirim Bapak, kadang ada yang ngasih. Kadang juga nggak makan sampai tiga hari. Saya sudah pasrah. Saya mau sembuh. Kasihan teman-teman saya, mereka tulus mengurus saya lebih dari keluarga sendiri,’’ ujar Saripudin.

Ketika Udin –sapaan Saripudin– pasrah, tinggal menunggu datangnya ajal, sejumlah pemuda dari kampungnya datang membantu. Udin diberi makan, tubuhnya dibersihka­n, dan luka-lukanya pun diobati. Selanjutny­a, Udin dirujuk ke rumah sakit dengan SKTM dari desa. Kini kondisi Udin mulai membaik dan bisa pulang sambil berobat jalan.

’’Pulang juga tidak ke rumah. Kami siapkan sebuah kamar di tempat bekas sekolah TK. Lokasinya di dekat balai desa,’’ tutur Aris.

Sementara itu, Kasubag Humas RSUD Waled Suesih mengatakan, kondisi Saripudin mulai membaik. Namun, Suesih meminta pihak-pihak yang menjaga Saripudin rutin memeriksak­an dan mengontrol kondisinya ke puskesmas terdekat. ’’Tinggal berobat jalan. Perkembang­annya lumayan bagus. Luka-lukanya juga mulai kering.” (*/c4/ami)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia