Jawa Pos

Bali United Pilih Terapkan Kriteria Sendiri

Klub-klub Liga 1 terbelah antara yang mendukung dan menolak regulasi Harus berhati-hati benar agar tak dapat pemain yang tinggal ”ampas”.

-

player. marquee

NAMA marquee player yang dikehendak­i sudah di kantong. Kesepakata­n lisan dengan agen pun sudah tercapai. Namun, Presiden Pusamania Borneo FC (PBFC) Nabil Husein Said Amin memilih untuk tak membuka dulu identitasn­ya.

”Nanti kalau dibuka sekarang, harganya jadi mahal,” katanya kepada Jawa Pos kemarin (24/3).

PBFC termasuk klub Liga 1 yang antusias merespons regulasi baru PSSI yang mengizinka­n klub di kompetisi teratas tanah air merekrut pemain asing tambahan dengan status marquee player. Syaratnya, pemain yang bersangkut­an pernah tampil minimal dalam satu di antara tiga edisi terakhir Piala Dunia. Atau pernah merumput di liga elite Eropa dalam durasi delapan musim terakhir.

Karena diputuskan setelah Persib Bandung merekrut Michael Essien, sempat ada kecurigaan, regulasi itu dibikin hanya untuk mengakomod­asi kepentinga­n tim berjuluk Maung Bandung tersebut. Tapi, yang lebih seru dari itu, pro-kontra segera muncul. Antara yang mendukung dan menolak.

Persib, PBFC, Sriwijaya FC, dan Bali United termasuk yang berminat terhadap marquee player. ”Tapi, saat ini manajemen sedang mengkaji kemampuan dana yang dimiliki klub untuk satu musim ke depan. Kalau dananya cukup dan ada sponsor yang mau membantu, tentu kami akan menggunaka­n pemain berlabel marquee player di kompetisi musim baru nanti,” kata Sekretaris PT Sriwijaya Optimistis Mandiri (perusahaan pengelola Sriwijaya FC) Faisal Mursyid.

Bali United bahkan sudah punya kriteria khusus bagi pemain yang layak mengisi slot marquee player di tim mereka. Kriteria tersebut adalah harus memiliki jam terbang lebih dari 20 pertanding­an di kompetisi elite Eropa dalam dua musim terakhir. Serta tidak mengalami cedera parah dalam lima tahun belakangan.

”Sejauh ini banyak agen yang sudah menawarkan beberapa pemain bintang kepada kami. Tapi, kami belum cocok karena mereka tidak memenuhi syarat yang sudah kami tentukan,” ujar CEO Bali United Yabes Tanuri.

Sempat beredar kabar bahwa mantan penyerang Arsenal, Manchester City, dan Tottenham Hotspur Emmanuel Adebayor termasuk yang ditawarkan ke Bali United. Namun, Yabes membantah.

Pertanyaan besarnya tentu: benarkah Liga 1 butuh kehadiran marquee player? Bagi Nabil, perlu. Untuk mengangkat gengsi dan kualitas kompetisi. Jika gengsi dan kualitas sudah terkerek, otomatis sponsor dan penonton bakal terus berdatanga­n.

Soal harga, menurut Nabil, relatif. Dari nama-nama yang pernah ditawarkan kepada PBFC, rata-rata masih terjangkau. ” Tapi, yang paling kami prioritask­an adalah kualitas si pemain,” kata Nabil yang juga diamini Yabes Tanuri secara terpisah.

Tiga klub Liga 1 asal Jawa Timur, Arema FC, Persegres Gresik United, dan Bhayangkar­a FC termasuk yang tak berminat kepada marquee player. Bagi General Manager Arema Ruddy Widodo, kalau tujuan marquee player lebih kepada marketing, Arema sudah memilikiny­a.

”Arema didukung suporter yang masif dan sudah punya nama besar di kancah sepak bola nasional. Jadi, kami untuk saat ini belum begitu butuh dengan pemain berlabel marquee player,” jelasnya.

Argumen bahwa marquee player penting buat menggenjot gengsi dan kualitas kompetisi memang bisa dengan gampang dipatahkan. Sebab, kalau yang datang ternyata seperti Mario Kempes dan Roger Milla dulu yang menginjak Indonesia di usia kepala empat dan tinggal ampas, sulit untuk berharap gengsi dan kualitas liga bakal terkerek.

Jadi, jalan tengahnya, barangkali, seperti yang diterapkan Bali United: harus punya kriteria sendiri tentang yang dimaui. Itu bentuk kehati-hatian agar nanti tak seperti membeli kucing dalam karung. (ben/rid/c10/ttg)

 ??  ??
 ??  ?? marquee player
marquee player
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia