Jawa Pos

Mimpi Seribu Start-up

Masa depan berada di genggaman generasi milenial. Mereka melahirkan revolusi inovasi yang menakjubka­n. IT dan entreprene­urship menjadi kunci. Inilah sosok yang menggelora­kan revolusi itu dengan sepenuh energi.

-

NAMANYA Alamanda Shantika Santoso, biasa dipanggil Ala. Tangan dinginnya ikut berperan membidani Go-Jek, raksasa industri digital yang menjadi unicorn pertama di Indonesia dengan taksiran valuasi lebih dari USD 1,2 miliar (setara Rp 16 triliun)

Ala adalah programmer yang ikut meracik aplikasi Go-Jek sejak awal hingga menjadi seperti sekarang. Sebelum dia meninggalk­an GoJek pada September 2016, jabatan mentereng vice president (VP) product technology dan VP people’s journey-people and culture pernah diembannya. Dia pun mendapat sebutan Umi atau emak para programmer Go-Jek.

Layaknya seorang ibu, setelah melahirkan dan membesarka­n anaknya, kini Ala ingin membesarka­n anak-anak atau strat-up lain. Karena itu, dia rela meninggalk­an Go-Jek. ”Karena itulah saya aktif di Gerakan Nasional 1.000 Start-up Digital,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Selasa lalu (21/3).

Ala menyaksika­n sendiri betapa potensialn­ya sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Mereka adalah generasi milenial yang lahir 19802000. Tapi sayang, belum semuanya memiliki kesempatan yang sama. Bahkan, tidak sedikit yang terpaksa menyerah karena keterbatas­an. Kendala itu terasa di berbagai aspek. Pendidikan yang paling fundamenta­l pun demikian. Banyak yang tak bisa mengaksesn­ya karena kendala biaya.

Potret itulah yang membuat Ala terlecut untuk melahirkan gerakan yang bisa membantu talenta-talenta muda yang menghadapi kendala dalam mengakses pendidikan. Rekam jejaknya dalam membangun start-up memang sudah terbukti. Sebelum di GoJek, Ala sudah malang melintang di beberapa perusahaan.

Dia pernah bekerja di perusahaan seperti Berrybenka dan Kartuku. Perempuan berusia 28 tahun itu juga pernah menjajal berwirausa­ha ketika masih berusaha menyele- saikan studi di Universita­s Bina Nusantara (Binus) pada 2009. Bersama beberapa rekan, dia mendirikan Pentool Studio. Perusahaan kecil yang memiliki konsentras­i tinggi untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau yang kini lazim disebut start-up.

Selain aktif dalam Gerakan Nasional 1.000 Start-up Digital yang diinisiato­ri Kementeria­n Komunikasi dan Informatik­a (Kemenkomin­fo), Ala berkontrib­usi di FemaleDev, salah satu organisasi pemberdaya­an perempuan di Indonesia.

Namun, setahun belakangan Ala berfokus membangun sekolah programmer gratis di Jogja. Akhir pekan lalu sekolah tersebut resmi dibuka. ”Sebenarnya sudah mulai jalan dari awal Februari,” katanya. Tentu dia tidak bekerja sendiri. Dia dibantu tim yang sejak lama bekerja sama dengannya. Sekolah programmer gratis itu merupakan salah satu wujud nyata komitmen Ala.

Keinginan besar untuk membantu dia realisasik­an tidak hanya dengan menggerakk­an orang lain. Dia juga turun langsung untuk menyentuh aspek yang paling fundamenta­l, yakni pendidikan. Sekolah pogrammer gratis bernama Binar Academy adalah buktinya.

Melalui sekolah itu, Ala ingin semakin banyak anak muda yang punya kesempatan belajar. Khususnya programmin­g yang dia yakini sebagai salah satu nadi dalam perkembang­an masa kini dan masa mendatang. ”Saya buat Binar Academy dari ide sampai jadi hanya dalam waktu satu bulan.”

Perempuan yang sudah akrab dengan coding sejak umur 13 tahun itu pun optimistis, dari Binar Academy akan lahir programmer andal. Tidak heran, dia begitu antusias menceritak­an Binar Academy. Mulai munculnya ide ten- tang sekolah itu, proses demi proses yang dilalui untuk merancangn­ya, hingga realisasi yang sudah tampak. Kini sudah berdiri lembaga pendidikan gratis tersebut di salah satu sudut Jalan Damai, Jogja.

Namun, tidak sembarang orang bisa masuk Binar Academy. Ada proses seleksi yang harus dilalui. Untuk tahap awal, yang sudah memiliki kemampuan dasar programmin­g menjadi prioritas. ”Nanti yang belum bisa coding sama sekali juga boleh,” jelas anak kedua di antara tiga bersaudara itu.

Setelah pendaftar lulus seleksi, pembelajar­an langsung dimulai. Murid Binar Academy tidak perlu khawatir soal biaya. Seluruhnya gratis. Mereka juga boleh menggunaka­n peralatan yang ada di sekolah yang didirikan Ala dengan biaya sendiri itu. Jadwal belajar pun boleh dipilih sendiri. Yang penting selesai dalam sebulan.

Lulus dari Binar Academy, tidak serta-merta alumnus dilepas Ala. Dia sudah menyiapkan talent management yang siap mengarahka­n mereka untuk mendapatka­n pekerjaan. Tidak perlu mencari. Sebab, Ala yang mendatangk­an perusahaan dari Jakarta. Perusahaan yang ingin memiliki tim di Jogja adalah sasaran Ala.

Saat ini sudah 40 alumnus Binar Academy yang masuk talent management tersebut. Target Ala, paling sedikit tercetak 5.000 alumnus Binar Academy tahun ini. Dengan begitu, jumlah programmer andal yang siap bekerja semakin banyak. Itu penting untuk mengimbang­i pertumbuha­n start-up saat ini.

Berdasar pengalaman sebagai mentor banyak start-up, Ala melihat banyak ide dan inovasi, tapi mentok begitu masuk tahap eksekusi. Penyebabny­a tidak lain sumber daya yang amat terbatas. Karena itulah, Binar Academy hadir. Di samping disiapkan untuk perusahaan yang butuh tim di Jogja, lulusan Binar Academy juga disiapkan untuk membantu membesarka­n start-up.

Untuk menambah fasilitas belajar di Jogja, Ala tengah mencari tempat lain di Kota Pelajar itu. Minimal, ada dua lokasi baru yang bisa dipakai Binar Academy. Bukan hanya tempat untuk belajar. Melainkan hackerspac­e yang juga bisa dipakai untuk bekerja. ”Jadi, belajarnya bisa di mana saja,” ujarnya.

Sebab, Binar Academy bukan hanya sekolah fisik. Binar Academy adalah sebuah platform belajar yang disiapkan Ala untuk bisa diterapkan di banyak tempat. Putri pasangan Hary Surjono Santoso dan Mona Gozal itu percaya bahwa hackerspac­e yang dibangunny­a dapat berkembang. Karena itu, dia berani memasang target mendirikan fasilitas serupa di seluruh kota di Indonesia. ”Tahun depan kami akan bangun di Malang,” katanya.

Ala memang sudah memetakan potensi di tiap-tiap wilayah. Jogja misalnya. Potensi engineer- nya besar. Sedangkan di Malang, hackerspac­e yang disiapkan Ala bakal menjaring lebih banyak content writer dan tenaga digital marketing. ”Jadi, kami cari yang spesifik dari setiap kota,” jelasnya.

Dengan platform yang dia kembangkan, konsep Binar Academy bisa masuk ke berbagai daerah di Indonesia. Selama ada tempat untuk belajar, siapa saja bisa mendapat ilmu yang diterima alumni Binar Academy. Sebab, mereka juga disiapkan sebagai mentor. Dengan semakin banyak lulusan, semakin banyak pula peluang membagikan ilmu dari Binar Academy. ”Dalam tiga tahun saya ingin sudah berdiri Binar Campus,” ucap Ala. (c11/owi)

 ??  ?? Alamanda Shantika Santoso MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS
Alamanda Shantika Santoso MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia