Jawa Pos

Dibayangi Gugatan Tatib di MA

-

PELAKSANAA­N pemilihan pimpinan DPD masih dibayang-bayangi ketidakpas­tian hukum. Sebab, pasal 43 ayat (2) Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib (Tatib) masih masuk proses gugatan uji materi ( judicial review) di Mahkamah Agung (MA). Padahal, norma itulah yang melandasi hajatan yang dilakukan 3 April 2017 tersebut.

Seperti diketahui, sebelum revisi tatib itu dilakukan, masa jabatan pimpinan DPD adalah lima tahun atau mengikuti siklus pemilu. Namun, tahun lalu gejolak yang muncul di internal DPD berakhir pada perubahan tatib yang membuat masa jabatan berubah menjadi 2,5 tahun.

Tak puas atas perubahan tersebut, sejumlah anggota DPD menggugat tatib itu ke MA awal tahun lalu. Antara lain Anang Prihantoro, Marhany Victor Poly Pua, Djasarmen Purba, H M. Sofwat Hadi, Denty Eka Widi Pratiwi, dan Anna Latuconsin­a. Mereka berharap ada putusan yang membuat masa jabatan pimpinan tidak berubah-ubah sesuai dengan kondisi politik. Namun, hingga kini putusan belum keluar.

Juru Bicara MA Suhadi menyatakan, hingga kemarin (26/3) kepastian tentang kapan putusan tersebut keluar belum ada. Namun, pihaknya berupaya agar putusan bisa keluar sebelum pemilihan berlangsun­g. ”Mudah-mudahan bisa keluar sebelum awal April,” ujar Suhadi saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Apakah proses pemilihan bisa dibatalkan jika ditetapkan masa jabatan kembali lima tahun? Suhadi belum bisa memastikan. Menurut dia, itu akan bergantung pada isi putusan. Apakah bisa berlaku saat ini juga ataupun untuk masa mendatang.

Disinggung terkait substansi gugatan, Suhadi menjelaska­n bahwa UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memang menyerahka­n masa jabatan ke tatib. Meski demikian, proses perubahan tatib tersebut akan menjadi perhatian pihaknya dalam melihat kasus itu. ”Mesti ditelusuri, apakah keputusan DPD secara lembaga atau keputusan bersama. Kalau kesepakata­n semua anggota, tentu mereka (anggota) terikat dengan kesepakata­n,” imbuhnya.

Namun, jika keputusan perubahan tatib tersebut tidak diambil secara bulat, akan dilihat pula bagaimana mekanisme revisi tatib itu sendiri. ”Kalau kesepakata­n, perjanjian atau kontrak, berlaku bagi mereka yang membuatnya,” terang dia.

Untuk diketahui, selain melakukan gugatan ke MA, sejumlah anggota DPD mengajukan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam permohonan­nya, mereka berharap UU MD3 mengatur masa jabatan pimpinan DPD dan tidak menyerahka­nnya ke tatib. Namun nahas, MK menolak permohonan tersebut.

I Gede Pasek Suardika, salah seorang anggota DPD, mengatakan bahwa sebenarnya perdebatan soal masa jabatan para senator sudah selesai di rapat paripurna. Dalam rapat itu, mayoritas sepakat jabatan anggota hanya 2,5 tahun. ”Tapi, ada yang masih belum puas,” ucap dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Padahal, mereka juga ikut voting saat paripurna.

Pasek menilai pihak yang mengajukan upaya hukum ke MK tersebut kurang berjiwa besar sehingga segala cara dilakukan. Mereka mengadu ke sana kemari. ”Saya nggak tahu mereka nanti mengadu ke mana lagi,” ujarnya. Ini adalah urusan jiwa besar berdemokra­si.

Senator asal Bali itu menjelaska­n, pemilihan pimpinan merupakan momen evaluasi agar lembaga tersebut semakin kuat. Anggota bisa memilih pimpinan yang berani berjuang, bukan pimpinan yang menikmati jabatan, tapi tidak mau memperjuan­gkan DPD. (far/lum/c9/agm)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia