Jawa Pos

Teror London, Perang Mosul, dan ISIS

- *Pemerhati Timur Tengah dan dunia Islam, dosen Pascasarja­na UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta

KENDATI hampir tumbang di ibu kotanya, Mosul, ISIS terbukti masih menjadi ancaman global. Bukan hanya di Iraq dan Syria, ISIS masih menjadi sumber ancaman yang sangat berbahaya di Eropa hingga Asia Tenggara.

Kali ini London, ibu kota Inggris, menjadi sasaran aksi teror (22/3). Mirip dengan modus yang dilakukan teroris di Paris, pelaku sengaja menabrakka­n kendaraan yang ditumpangi­nya ke kerumunan orang. Dia bahkan hendak melanjutka­n aksinya di gedung parlemen. Empat orang tewas dan lebih dari empat puluh orang terluka.

Belum lama di Indonesia, diberitaka­n rencana teror gagal saat menjelang kunjungan Raja Salman. Diberitaka­n pula, sebelumnya adanya penemuan bom ” rice cooker” di Bintara, Bekasi, Jawa Barat (10/12/16). Semua peristiwa itu dan rentetan teror di tempat lain kembali menyadarka­n bahwa ancaman ISIS masih ada. Lengah terhadap potensi ancaman itu bisa berakibat fatal.

Apa yang terjadi jika teroris tersebut berhasil melakukan aksi di parlemen Inggris? Bisa dibayangka­n pula apa yang terjadi jika skenario gila ”anak buah” Bahrun Na’im (bom panci) beberapa waktu lalu menjadi kenyataan. Sasaran mereka tak main-main, yaitu Istana Negara. Mereka sudah mempersiap­kan segalanya untuk aksi yang direncanak­an secara matang. Pada hari yang hampir sama dengan itu, di Istanbul, Turki, juga terjadi dua aksi teror yang mengakibat­kan jatuhnya puluhan korban jiwa.

Potensi Memang tak mudah memastikan apakah teror di sebuah jembatan ramai di London itu sepenuhnya datang dari ISIS atau lebih merupakan proyek teroris lokal. Namun, A’maq, kantor berita ”resmi” ISIS langsung mengklaim itu bagian dari aksi selsel mereka di Eropa.

Mengapa ISIS masih berupaya melakukan aksi-aksi teror di tempat yang jauh dari wilayah kekuasaann­ya padahal sudah menjelang detikdetik kehancuran di wilayah teritorial­nya, khususnya di Iraq dan terdesak hebat di Raqqa, Syria?

Jawabannya sederhana. Itulah yang bisa mereka lakukan untuk bertahan dan menegaskan eksistensi­nya saat ini. Yakni, mengaktifk­an sel-sel yang bertebaran di banyak negara. Semakin mereka terdesak di Iraq dan Syria, potensi ancaman dari sel-sel ISIS di berbagai negara itu juga semakin besar.

Juga, aktivitas itu didukung adanya ideologi tawakhuusy (kekejian) yang sudah demikian menyebar, SDM dengan kemampuan dan pengalaman melakukan aksi teror, suplai pendanaan, serta jaringan yang luas. Jaringan jihad global itu terdiri atas rekrutan baru ISIS, kelompokke­lompok teroris lokal yang kemudian berbaiat terhadap ISIS, maupun jihadis freelance. Jaringan itu sesungguhn­ya terbentuk sejak lama.

Anggota jaringan itu biasanya adalah murid-murid alumni perang Afghanista­n, Bosnia, Chechnya, Syria, dan sebagainya. Jadi, mereka bukan hanya orang yang memiliki pandangan militan. Sebagian adalah orang yang juga memiliki kemam- puan teror dan berpengala­man di medan perang.

Kendati antarkelom­pok bahkan faksi-faksi dalam kelompok di jaringan itu memiliki hubungan rumit yang melibatkan kontestasi hingga konflik, kerja sama antarkelom­pok teroris itu terjadi dalam banyak kasus. Kerja sama terutama terjadi antara jihadis-jihadis lokal atau sel-sel dan pusat komando ISIS. Juga, yang terpenting dalam konteks itu adalah peran penghubung.

Penulis belum memiliki informasi tentang tokoh penghubung itu dalam konteks berbagai insiden teror di Eropa. Kalau terkait berbagai aksi di Indonesia, peran tersebut dimainkan Bahrun Na’im sebagaiman­a yang pernah dilakukan Hambali dan Umar Faruq dalam Tandzim Al Qaeda. Rentetan teror dalam koordinasi dan jaringan Hambali adalah catatan kelam bangsa ini pada 2000-an.

Kedewasaan Warga Karena itu, kewaspadaa­n justru mesti ditingkatk­an ketika kelompok tersebut di Iraq dan Syria sedang berada dalam proses keruntuhan seperti sekarang. Hal penting lain adalah stabilitas dan keamanan. Situasi yang tidak stabil, apalagi konflik, potensial menjadi pintu masuk para kombatan radikal ke tanah air.

Kita tentu tidak lupa betapa konflik Poso dan Ambon telah mengundang kehadiran banyak kelompok radikal. Bukan hanya yang berasal dari Indonesia, tetapi juga teroris mancanegar­a. Juga, itu membawa dampak yang tidak sederhana bagi keamanan nasional dalam waktu panjang.

Kita mesti bahu-membahu dalam menghadapi ancaman teror tersebut seperti yang dinyatakan tajuk harian ini (24/3). Bukan hanya unsur pemerintah, tapi juga partisipas­i masyarakat. Sejumlah ancaman teror di tanah air terbukti berhasil diantisipa­si karena informasi masyarakat.

Kita juga mesti sangat berhati-hati dengan risiko ini ketika masyarakat saat ini menjadi sangat mudah dimobilisa­si isu-isu yang ”sederhana”. Bagaimanap­un, kelompok-kelompok ekstrem itu terus berupaya mencari peluang untuk masuk arena. Di tengah situasi kebebasan saat ini, hambatan-hambatan berekspres­i dan menyuaraka­n pendapat jelas tak bisa dikekang. Karena itu, kedewasaan warga negara sangat kita butuhkan untuk menjaga stabilitas dan keamanan, terutama di tengah-tengah membanjirn­ya informasi melalui mediamedia baru. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia