Jadi Jembatan Hongkong dengan Beijing
Carrie Lam Pemimpin Perempuan Pertama
HONGKONG – Hongkong telah memilih seorang pemimpin baru. Kemarin (27/3) sebanyak 777 anggota Komite Pemilu Hongkong, otoritas yang berwenang memilih nakhoda negara itu, memberikan suara mereka untuk Carrie Lam. Politikus 59 tahun tersebut resmi menjadi pemimpin perempuan pertama Hongkong. Dia akan menjabat per 1 Juli.
Politikus pro-Beijing itu unggul atas dua lawannya, yaitu John Tsang dan Woo Kwok-hing. Dari total 1.194 suara yang masuk, hanya 417 suara yang tidak mendukungnya. Sebanyak 365 suara mendukung Tsang yang semula difavoritkan, sedangkan kandidat ketiga mendapat 21 dukungan. Sisanya adalah suara-suara yang tidak sah. Termasuk satu balot yang dihiasi tulisan bernada kasar.
”Hongkong, rumah kita ini, sedang menghadapi gejala perpecahan yang sangat serius. Maka prioritas saya nanti adalah menghapus semua itu dan menyatukan semua orang,” kata Lam dalam pidato perdananya sebagai chief executive terpilih.
Sebagai pegawai negeri selama sekitar 36 tahun, perempuan berkacamata itu jelas berpihak pada Beijing. Tapi, dia berjanji menjadi jembatan antara Hongkong dan Tiongkok.
Di mata Lam, Hongkong tidak berbeda dengan Beijing. Karena itu, dia akan mempersatukan seluruh warga Hongkong. Baik yang prodemokrasi (pro kemerdekaan) maupun yang pro-Tiongkok. ”Pemerintah Hongkong dan peme- rintah pusat punya pandangan yang sama tentang status khusus wilayah ini dan kemerdekaannya,” ucapnya. Tapi, kemerdekaan yang dimaksud Lam adalah kemerdekaan mengatur wilayah.
Hasil pemungutan suara Komite Pemilu Hongkong itu langsung menerbitkan senyum Beijing. Sebab, Lam adalah kandidat favorit pemerintahan Presiden Xi Jinping. Kesetiaan alumnus St Francis’ Canossian College tersebut terhadap Tiongkok teruji berkali-kali. Beijing pun yakin hubungan Hongkong dengan mainland makin erat di bawah kepemimpinan Lam.
Jika Beijing menyambut baik terpilihnya Lam sebagai pemimpin baru, tidak demikian kubu prodemokrasi. Partai Demosisto yang dimotori duo aktivis-politikus Joshua Wong dan Nathan Law mengaku kecewa dengan hasil pemungutan suara.
”Ini adalah mimpi buruk bagi penduduk Hongkong,” ungkap partai tersebut dalam pernyataan resminya tentang pemilihan chief executive. (AFP/Reuters/ CNN/hep/c23/sof)