Pemprov Tak Urus Sertifikat Kampung Deret
JAKSEL – Harapan warga Kampung Deret, Petogogan, Jaksel, mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) bangunannya harus pupus. Pemprov DKI memastikan tidak bisa menerbitkan sertifikat atas aset tanah dan bangunan mereka.
Padahal, sudah tiga tahun mereka menunggu realisasi janji pemprov. Gubernur DKI kala itu, Joko Widodo, menjanjikan memberikan sertifikat setelah renovasi rumah warga tuntas.
Kemarin (26/3) Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Arifin memastikan sertifikat hak milik warga bukan tanggung jawab pemprov. Menurut dia, proyek renovasi rumah kumuh milik warga dengan penerbitan sertifikat merupakan dua hal yang berbeda.
”Jadi, pengertian Kampung Deret itu, uang yang dihibahkan untuk dia (masyarakat, Red) memperbaiki rumahnya. Nggak termasuk untuk penerbitan sertifikat dong. Keliru itu,” ujarnya kemarin.
Menurut dia, Pemerintah DKI tidak bisa menerbitkan sertifikat hak milik aset warga. Selain bukan kewenangan mereka, status kepemilikan tanah milik warga perlu ditinjau ulang.
Sebab, lanjut Arifin, tanah yang kini ditempati warga harus memiliki legalitas yang jelas. Warga juga tidak bisa serta-merta mengklaim tanah tersebut milik mereka jika tak memiliki dokumen pasti.
”Kalau sertifikat itu, ya, tergantung status tanahnya. Kalau tanahnya dia, bisa dibikin sertifikat. Tapi, kalau tanah negara atau peruntukannya selain pemukiman, ya, nggak bisa,” katanya.
Warga, terang Arifin, harus kembali memahami program Kampung Deret. Dia menjelaskan, Kampung Deret merupakan proyek renovasi rumah kumuh milik warga yang pembiayaanya bersumber dari dana hibah yang dikucurkan Pemprov DKI. Artinya, kucuran dana itu hanya diperuntukkan menata ulang rumah warga yang tidak layak huni. ”Jadi, nggak ada kaitannya sama sertifikat,” tuturnya.
Program Kampung Deret digagas dan dilaksanakan era Gubernur DKI Joko Widodo. Saat diluncurkan, gubernur menjanjikan pemberian sertifikat hak milik kepada warga.
Untuk mendapatkan bantuan dana tersebut, masyarakat me- ngumpulkan berkas dokumen yang salah satunya adalah sertifikat. Namun, jelas Arifin, sertifikat yang diminta saat itu hanya sertifikat hak guna bangunan. ”Kalau sudah ada sertifikat hak guna bangunan, itu ya sudah. Nggak ada kewajiban kami untuk kasih sertifikat hak milik,” terangnya.
Ketua RT 12, RW 5, Kelurahan Petogogan, Dwi Hayuningsaputri mengaku resah. Dwi –sapaan akrabnya– tidak sendiri. Dia bersama 137 KK di Kampung Deret resah karena janji tak kunjung terealisasi. ”Kami tidak bisa berbuat banyak kalau sewaktu-waktu ditertibkan,” ungkapnya . (bad/c24/diq)