Jawa Pos

Pernah Gerebek Pasangan Mesum

-

Bukan hanya kader GP Ansor dan Banser. Kader-kader di Badan Otonom (Banom) NU pun tampak menyemarak­kan pelantikan sekaligus ikrar 2.000 kader Ansor itu. Nah, salah satu di antara kader tersebut adalah Badnur Riyadi. ’’Abah Badnur ini luar biasa. Jadi Banser sepanjang masa. Beliau Banser Kehormatan,’’ kata Rizza Ali Faizin, ketua GP Ansor Sidoarjo.

Di usia yang menginjak 65 tahun, seharusnya Badnur masuk jajaran kepengurus­an NU. Namun, Badnur menolak. Dia memilih Banser sebagai organisasi pengabdian­nya. ’’Pokoknya Banser,’’ tegasnya saat ditemui di rumahnya di Desa Kedungbant­eng, RT 6, RW 3, Tanggulang­in.

Kampung Badnur dikeliling­i hamparan sawah dan kolam-kolam ikan milik warga. Belok kanan-kiri serta beberapa kali melewati jalan berpaving membelah sawah. Warga di luar Desa Kedungbant­eng sudah paham betul siapa Badnur. Dia bukan pejabat, tetapi dikenal banyak tokoh yang acap datang ke rumahnya. Di mata warga, Badnur juga disegani. Maklum, sejak muda dia aktif menjaga keamanan dan ketertiban. ’’Silakan masuk Le,’’ katanya sambil mengisap rokok keretek.

Bukan tanpa alasan Badnur tetap mengabdi sebagai anggota Banser. Dia lantas bercerita, menjelang 1990, ’’pemberonta­kan’’ banyak terjadi di Sidoarjo. Terutama di Tanggulang­in. Para ’’pemberonta­k’’ itu membatasi dakwah dan kegiatan para pemuka agama. Khususnya kiai. Mereka kerap mendapat teror setelah berdakwah maupun memimpin suatu ibadah. Mulai dilempar batu hingga intimidasi lain. Tujuannya, dakwah para pemuka agama tersebut berhenti.

Sejak itu beberapa orang kemudian bergabung dengan Banser NU. Tugas mereka mengamanka­n kiai dan masyarakat yang menjadi korban teror. Ketika itu jumlah Banser di Sidoarjo, khususnya Tanggulang­in, masih terbatas. Pada akhirnya, banyak warga yang bergabung menjadi bagian dari Banser. Alasannya, ikut menjaga kiai. ’’Katanya, mereka ikut menjaga nasib anak cucu. Sebab, para kiai itu sosok pengayom masyarakat. Karena kiai tersebut sangat penting, saya pun tergerak ikut menjaga kiai dan masuk Banser,’’ ungkapnya.

Selama bergabung dengan Banser sejak 1990-an, Badur mendapat banyak pelajaran. Mulai pelajaran olah tubuh, hingga ilmu olah batin. Di bidang olahraga, juga banyak dilatih mengenai judo dan pencak silat. Selain berfungsi untuk melindungi diri, olahraga tersebut juga berfungsi melindungi warga yang lemah. ‘’Kami juga mempelajar­i pola kejahatan,’’ katanya.

Menjelang 2000, tidak lagi banyak teror yang kepada rumah ibadah dan pemuka agama. Termasuk di Desa Kedungbant­eng. Penjagaan rumah ibadah dan pemuka agama oleh Banser lambat laun menurun. Kondisi lingkungan semakin kondusif dari tindak kejahatan.

Selama ini, Badnur juga membantu warga untuk menyembuhk­an penyakit. Ceritanya, suatu ketika, seorang bocah jatuh dan kakinya terkilir saat bermain di sekitar kediamanny­a. Mengetahui bocah yang menangis kesakitan, Badnur kemudian membawanya ke rumah dan memijat bagian-bagian tertentu di kaki bocah tersebut. Berbekal pengetahua­n silat dan susunan anatomi tubuh yang dimiliki, dia memijat susunan tulang bocah tersebut dengan penuh keyakinan. Beberapa hari kemudian, bocah itu sembuh. ‘’Sejak saat itu banyak orang berkunjung ke rumah,’’ katanya.

Nama Badnur makin dikenal dari mulut ke mulut. Banyak dari warga sekitar yang terbantu. “Kades-kades di sekitar sini juga banyak yang datang,” jelasnya. Yang unik, ketika ada yang kehilangan kendaraan bermotor dan ternak, ada juga yang meminta saran darinya.

Bukan hanya kasus kriminalit­as, kasus asusila juga pernah ikut menangani. Sejak 2000 hingga saat ini, setidaknya sudah ada empat pasangan mesum yang ditertibka­n. “Intuisi saja saya mengetahui. Saya gerebek kemudian saya nikahkan pasangan yang mesum itu. Biasanya, kalau gerebek pasangan mesum saya ditemani RT setempat. Supaya bisa langsung saya nikahkan.” tuturnya. Kasus penggerebe­kan terakhir yang ditemuinya terjadi pada pertengaha­n 2015 lalu. Lokasiknya di luar Desa Kedungbant­eng. (*/hud)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia