307 Nyawa Warga Dikorbankan
Demi Merebut Mosul dari ISIS
ARBIL – Ratusan nyawa penduduk sipil harus melayang demi merebut Kota Mosul. Kemarin (28/3) PBB mengungkapkan bahwa 307 penduduk tewas sejak operasi pengambilalihan bagian barat Mosul dari tangan militan Islamic State (IS) alias ISIS pada 17 Februari–22 Maret lalu. Sebanyak 273 penduduk lainnya terluka. Selain karena ketidakakuratan serangan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS), mereka menjadi tameng ISIS.
Salah satu serangan yang paling banyak memakan korban warga sipil terjadi di distrik Al Jadida pada 17 Maret lalu. Bom-bom yang dijatuhkan pasukan AS malah menewaskan 150 penduduk. Pejabat kesehatan senior Iraq Ahmed Dubardani menyatakan, 112 jenazah dapat dievakuasi secara bertahap sepanjang akhir pekan hingga Senin (27/3). Mereka akan disemayamkan di tempat pemakaman Al-Mamoun.
”Melakukan serangan di lingkungan seperti itu berpotensi memiliki dampak yang tidak sepadan dan mematikan terhadap penduduk sipil. Sebab, jelas terindikasi bahwa ISIS menggunakan sejumlah penduduk sebagai tameng manusia,” kritik Kepala Office of High Comission of Human Right Zeid (OHCHR) Ra’ad Al Hussein.
Pasukan koalisi membenarkan bahwa salah satu serangan mereka saat itu menyasar distrik Al Jadida. Namun, mereka tidak mau mengonfirmasi besarnya jumlah korban jiwa dari warga sipil. Pernyataan berbeda dikeluarkan pasukan Iraq. Menurut pakar yang mereka pekerjakan, tidak ada bekas serangan udara di lokasi kejadian. Yang ada malah sisa ledakan perangkap bom mobil yang cukup kuat.
Amnesty International menuding banyaknya warga sipil yang menjadi korban disebabkan imbauan pasukan Iraq. Mereka meminta penduduk yang terjebak di area serangan tidak melarikan diri, tetapi tinggal di rumah. Karena itu, pasukan koalisi seharusnya sudah tahu jika mereka menyerang area tersebut, bakal ada banyak korban jiwa dari kalangan warga sipil.
”Serangan yang tidak proporsional dan tanpa pandang bulu itu melanggar hukum internasional tentang kemanusiaan dan bisa dikategorikan kejahatan perang,” tegas penasihat respons krisis Amnesty International Donatella Rovera.
Laporan dan bukti-bukti yang dikumpulkan Amnesty International di Mosul menunjukkan pola yang mengkhawatirkan dari serangan udara pasukan koalisi pimpinan AS. Mereka menghancurkan seluruh rumah yang di dalamnya terdapat satu keluarga. Padahal, berbagai lembaga kemanusiaan berulangulang memperingatkan kemungkinan tingginya penduduk sipil yang menjadi korban karena populasi di Mosul barat cukup padat.
Mendapat banyak kritikan, pasukan AS tak tinggal diam. Sejak Sabtu (25/3), Departemen Pertahanan AS dan pasukan Iraq meluncurkan penyelidikan atas serangan pada 17–23 Maret yang mengakibatkan korban jiwa dari warga sipil. Kemarin Pentagon menyampaikan bahwa mereka telah meninjau lebih dari 700 video serangan udara di Mosul sisi barat. ”Kami sangat memprioritaskan penyelidikan atas laporan-laporan (penduduk sipil yang menjadi korban, Red) di Mosul,” ujar Juru Bicara Komando Sentral (Centcom) Kolonel J.T. Thomas.
Sejak Senin (27/3), pasukan Iraq melancarkan serangan untuk merebut Kota Tua Mosul. Posisi mereka kini hanya berjarak beberapa ratus meter dari Masjid Al-Nuri yang dipakai untuk mendeklarasikan berdirinya ISIS. Bahkan, pasukan Iraq bisa melihat posisi masjid tersebut dengan mata telanjang.
Menilik tingginya angka korban jiwa pada serangan-serangan sebelumnya, mereka kini mengubah strategi. Kepala Polisi Federal Iraq Letnan Jendral Raed Shakir Jawdat menerangkan, kini serangan mereka didukung pasukan udara dan intelijen yang menunjukkan lokasi target yang tepat. (AFP/Reuters/CNN/The Independent/TheGuardian/sha/c16/any)