Permata Berjibaku Tekan Kredit Macet
Proaktif Restrukturisasi untuk Kurangi NPL
JAKARTA – PT Bank Permata Tbk (BNLI) berharap rasio kredit macet atau nonperforming loan (NPL) tahun ini bisa ditekan di bawah 5 persen. Sebab, berdasar laporan keuangan tahun lalu, BNLI tergolong merah karena kenaikan NPL menjadi 8,83 persen. Padahal, pada 2015 NPL bank tersebut masih aman di level 2,74 persen.
Akibatnya, induk usaha Bank Permata, yakni Grup Astra, menyuntikkan modal Rp 3 triliun. Di samping itu, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) tahun lalu cukup besar, yaitu Rp 11,59 triliun. Jumlah tersebut naik berlipat kali bila dibandingkan pada 2015 yang hanya Rp 3 triliun. Dari penjualan agunan tahun lalu, perseroan mendapatkan laba Rp 3,6 triliun.
Pada 10 Maret lalu, perseroan menjual portofolio kredit macet kepada perusahaan dengan tujuan khusus atau special purpose vehicle (SPV) CVI CVF III LUX Master SARL. Nilai transaksi jual belinya mencapai Rp 1,12 triliun.
Direktur Utama Bank Permata Ridha D.M. Wirakusumah menyatakan, perseroan memang masih berfokus pada upaya restrukturisasi kredit dan tidak lagi berencana menjual portofolio kredit macet. ’’Kami tidak lagi menjual, jadi sekarang proaktif restrukturisasi. Harapan kami, akhir tahun NPL gross kurang dari 5 persen. Sekarang gross sudah sekitar 6 persen,’’ ujarnya setelah rapat umum pemegang saham (RUPS) BNLI kemarin (29/3).
Bank Permata disebut-sebut memiliki riwayat kredit macet yang disebabkan perusahaan otomotif Garansindo selaku distributor kendaraan dari AS dan Eropa seperti Dodge, Jeep, Fiat, Chrysler, Alfa Romeo, dan Ducati. Namun, Ridha enggan bertutur lebih jauh mengenai hal tersebut. ’’Kalau itu kan ada UU mengenai kerahasiaan bank ya. Jadi, saya tidak bisa menjelaskan,’’ katanya.
Dari pencadangan yang dilakukan, beberapa sektor terbesar yang cukup menyedot provisi adalah industri pengolahan, transportasi, dan pertambangan. Menurut Ridha, perseroan tahun ini lebih memperkuat fundamental pemberian kredit, baik dari segi policy, personalia, pemilihan nasabah, maupun pemilihan industri yang ditargetkan. ’’Sektor kami yang bermasalah cukup merata. Kalau perkuat diri sendiri, mudah-mudahan oke (NPL-nya, Red),’’ tutur Ridha.
Sementara itu, perseroan telah bersiap melakukan rights issue senilai Rp 3 triliun pada Juni mendatang. Penerbitan saham baru tersebut telah mendapatkan dukungan dari Grup Astra dan Standard Chartered selaku pemegang saham yang masing-masing memegang 44,5 persen. Dana rights issue Rp 1,5 triliun sudah masuk pada Desember 2016. Sisanya, Rp 1,5 triliun, dieksekusi sebelum Juni 2017. (rin/c14/sof)