Warga Blokade Akses Tol
Akibat Hilangnya Jalan Desa
MADIUN – Warga Desa Kuwu, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, tak bisa menoleransi lenyapnya jalan terdampak tol Mantingan– Kertosono ( Manker). Megaproyek nasional yang tengah kejar terget itu menghilangkan jalan menuju persawahan dan Desa Purworejo, Kecamatan Pilangkenceng.
Karena merasa dirugikan, warga pun memblokade akses yang digunakan untuk hilir mudik kendaraan material menuju titik pekerjaan tol Manker paket II. Jalan warga menuju ke area persawahan sekarang tidak ada.
Karena itu, warga sulit menuju ke sawah yang berada di sebelah selatan tol Manker. Apalagi saat mereka hendak menggunakan traktor. ’’Mau dilewatkan mana?’’ jelas Handoko, salah seorang warga.
Selain itu, dia menyampaikan, pemblokadean akses megaproyek nasional itu dilakukan sejak Selasa kemarin (28/3). Habis sudah kesabaran warga lantaran kini sulit mengakses jalan menuju persawahan di sebelah selatan tol Manker. ’’ Tak kurang dari 38 petani kesulitan saat hendak menuju ke sawah mereka. Sepanjang proyek berjalan, sawah dengan luas 21 hektare terancam terisolasi,’’ katanya.
Bagaimana tak terancam, area persawahan milik puluhan warga tersebut kini dikepung tol Manker. Padahal, bercocok tanam padi menjadi mata pencaharian utama warga. ’’Jika tak bisa ke sawah, kami bakal makan apa?’’ ungkapnya.
Warga juga meminta kejelasan seputar hilangnya jalan penghubung antardesa dan kecamatan itu. Sebab, hingga kini, warga belum mendapatkan sosialisasi seputar wacana pengganti jalan desa yang terdampak tersebut. Warga juga menyayangkan pengurukan jalan antardesa dan kecamatan itu yang dilakukan tanpa sosialisasi dari PT Adhi Karya selaku pihak pelaksana tol Manker paket II.
’’Bentuk jalan penggantinya seperti apa dan bakal dilewatkan mana, sampai sekarang kami belum tahu. Kami tak akan membuka blokade kayu sampai mendapatkan kejelasan,’’ tegasnya.
Tak hanya mengambil paksa jalan warga, saluran pengairan dan sumur P2T ikut terdampak pembangunan megaproyek tersebut. Namun, hingga kini, warga belum mengetahui kejelasan penggantinya. Padahal, padi yang sudah ditanam warga sekarang berumur 20 hari. Dengan curah hujan yang mulai menurun bulan ini, pengairan selayaknya mulai menggunakan sarana sumur P2T. ’’Mau diuruk mentahmentah begitu saja atau dipindahkan? Belum jelas,’’ ucapnya.
Padahal, lanjut Handoko, warga Desa Kuwu, Kecamatan Balerejo, sangat welcome dengan pembangunan nasional tersebut. Sejauh ini, warga begitu suka rela melepaskan lahan milik mereka yang terdampak tanpa mempermasalahkan besaran appraisal seperti desa-desa lainnya. Pembebasan lahan warga di desa itu pun kelar hanya dalam sepekan. ’’Sebab, kami sadar ini untuk kepentingan negara. Karena itu, kami mempermudahnya,’’ ujarnya.
Jika sebelumnya pihak pelaksana berkoordinasi, pemdes dan masyarakat desa justru bakal membantu mempersiapkan segala kekurangan yang dibutuhkan pelaksana. Namun, lantaran telanjur dilangkahi, warga tetap meminta solusi atas seluruh tuntutan mereka.
’’Ini hanya miskomunikasi,’’ ujar Bambang Widi, manager Pengendalian Proyek Ngawi Kertosono Jaya (NKJ) II.
Menurut dia, dampak pembangunan proyek nasional itu sebenarnya terpikirkan sejak jauh hari. Jalan menuju area persawahan dan penghubung ke Desa Purworejo, Kecamatan Pilangkenceng, sudah masuk perencanaan jalan penggantinya. ’’Jalan yang tertutup bakal dibuatkan frontage,’’ tuturnya.
Hanya, pembangunan frontage tetap menanti keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sebab, pembangunan jalan samping tol itu memerlukan lahan tambahan di luar kebutuhan tol Manker. Namun, surat tentang penambahan lahan tersebut telah dilayangkan pihak NKJ II.
’’Kami bakal berkoordinasi lagi untuk kebutuhan lahan tambahannya, total lebar dan panjangnya berapa. Sebab, pembangunannya tak bisa dilakukan secara sertamerta,’’ jelasnya. (bel/fin/c23/diq)