Jawa Pos

Jadi Pintu Cek Rasionalit­as Harta Anggota Polri

-

”Perkap itu adalah pekerjaan rumah yang masih belum selesai untuk mendukung Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK),” kata Tito kemarin (29/3). ”Saya sudah tagih ke divisi hukum soal ini,” lanjutnya.

Dengan terbitnya perkap, lanjut Tito, penyidik Polri wajib melaporkan LHKPN. Meski sebelumnya, menurut undang-undang, mereka tidak wajib. Sebagai catatan, yang wajib melaporkan LHKPN sebelumnya adalah pemegang anggaran dan penyelengg­ara negara.

Meski anggota Polri tidak tergolong penyelengg­ara negara, pelaporan LHKPN memang krusial di kalangan penyidik. Itu dilakukan untuk memastikan mereka bekerja secara profesiona­l. Sebab, di posisi itu, transaksi suap rawan terjadi.

”Setiap perwira pertama, per- wira menengah, dan perwira tinggi, semuanya nanti harus menyerahka­n LHKPN, tidak terkecuali,” tegas mantan Kapolda Papua itu.

Tito menyatakan, ada sanksi tegas kepada polisi yang tidak mematuhi perkap. Mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapatka­n peluang sekolah. Praktis, peluang mereka untuk promosi dan naik jabatan akan tertutup.

Yang lebih luar biasa dari gebrakan Tito adalah pengawasan dari setiap LHKPN itu. Akan dibentuk tim khusus di inspektora­t yang akan menganalis­is LHKPN. ”Misalnya, ada perwira yang membeli barang mewah seperti mobil dan properti. Maka, dia harus mengisi formulir, mendapatka­n uang dari mana. Harus jelas itu semuanya,” tandas Kapolri.

Tito menegaskan, Polri harus menjadi contoh dalam upaya pemberanta­san korupsi. Karena itu, sanksi tegas diberikan kepada mereka yang tidak patuh. Hal tersebut lebih tegas bila dibandingk­an dengan lembaga lain. ”Kalau lainnya tidak ada sanksinya, di Polri ada sanksinya,” tegasnya.

Pembahasan perkap itu saat ini sedang dilakukan divisi hukum, divisi teknologi informasi, dan Brimob. Untuk bisa mempercepa­tnya, akan diadakan rapat kerja teknis (rakernis). ”Sehingga produk hukumnya bisa secepatnya selesai,” papar Tito.

Tito yakin, kewajiban melaporkan LHKPN bisa mengurangi korupsi di lingkungan Polri. ”Ini bisa meminimalk­an pidana yang dilakukan internal. Akan memperbaik­i tingkat korupsi di internal,” ujarnya.

Kebijakan Tito sebagai Kapolri tidak hanya menekan potensi korupsi internal. Seiring dengan upaya tersebut, Tito juga berupaya meningkatk­an kesejahter­aan personelny­a. ”Saya dapat dukungan dari Ketua KPK Agus Rahardjo untuk memperbaik­i remunerasi Polri,” tuturnya.

Remunerasi Polri selama ini hanya mencapai 53 persen dari yang sebelumnya 33 persen. Kondisi itu sangat timpang dengan kementeria­n yang remunerasi­nya telah mencapai 100 persen. ”Ini problema di kepolisian, dengan membaiknya tingkat kepatuhan, tentu kesejahter­aan perlu diperbaiki,” jelasnya.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menjelaska­n, kebijakan Kapolri sangat tepat dalam kondisi dan situasi saat ini. ”Mewajibkan LHKPN itu menunjukka­n polisi sebagai warga negara dan penegak hukum yang juga taat aturan,” paparnya.

Adanya LHKPN tersebut bisa mencegah aparat melakukan tindak pidana korupsi dan kolusi. ”Dengan begitu, kepercayaa­n publik akan meningkat,” papar mantan wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tersebut.

Sementara itu, pengamat ke- polisian Mufti Makaarim menjelaska­n, dalam kebijakan mewajibkan LHKPN itu, ada dua hal yang sangat perlu diapresias­i. Yaitu, iktikad baik Kapolri dalam memperbaik­i akuntabili­tas individual Polri dan adanya potensi internal melakukan pengecekan rasionalit­as kepemilika­n harta.

”Pejabat Polri selama ini dipandang semimilite­r sehingga belum melaporkan LHKPN. Padahal, kementeria­n lain sudah melakukann­ya. Polri lebih trans- paran dan memiliki tanggung jawab publik,” terangnya.

Yang paling penting, laporan LHKPN tersebut akan menjadi akses mengecek rasionalit­as kekayaan pribadi pejabat Polri. Selama ini rasionalit­as kekayaan pejabat Polri sulit dihitung karena ketidakter­bukaan. ”Berapa gajinya dan berapa hartanya,” jelasnya.

Bila ada perwira polisi yang hartanya tidak wajar, dia harus bisa menjelaska­n dari mana asal hartanya tersebut. ”Penjelasan ini penting untuk masyarakat,” ujarnya.

Apakah mewajibkan LHKPN itu akan mendukung pemberanta­san korupsi? Dia menuturkan, LHKPN tersebut tentu akan mendukung pemberanta­san korupsi bila menjadi alat review atas ketidakwaj­aran harta yang dimiliki pejabat. ”Namun, kalau hanya menjadi pajangan, misal ada yang nilai asetnya naik 1.000 persen tapi didiamkan, ya tidak akan berkontrib­usi,” tegasnya. (idr/syn/c10/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia