Kolaborasi Angkutan, Tarif Ikuti Aplikasi
Desakan Revisi UU LLAJ Menguat
JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mendorong kolaborasi angkutan konvensional dengan online. Dalam kolaborasi itu, tarif akan ditentukan berdasar perhitungan pihak aplikasi. Dengan kata lain, tarif bisa lebih murah. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto menuturkan, kolaborasi antara angkutan konvensional dan online bisa mengurangi gesekan di lapangan. Selain itu, memudahkan masyarakat mendapatkan angkutan.
”Angkutan konvensional harus mau kolaborasi, bersinergi dengan angkutan online,” ujarnya seusai rapat bersama Komisi V DPR di Jakarta kemarin (29/3). Tarif, lanjut dia, akan mengikuti aplikasi. Artinya, pembayaran tidak terpatok pada argometer yang berada di angkutan konvensional atau taksi resmi. ” Kan pesannya lewat aplikasi,” tambahnya.
Seperti diwartakan, tarif angkutan sewa khusus atau online memang jauh lebih murah daripada konvensional. Pudji mengungkapan, itu bisa terjadi lantaran ada subsidi khusus dari perusahaan aplikasi. Kedua, biaya operasional yang berbeda dengan angkutan konvensional. Mulai ketidakwajiban memiliki pul hingga masalah perawatan. ”Kalau konvensional harus ada pul. Jadi, harus sewa atau beli lahan. Belum perawatan dan pengemudi,” tuturnya.
Kendati begitu, tarif angkutan online akan segera diatur melalui penetapan batas atas dan bawah. Tarif ditentukan langsung oleh gubernur sesuai kondisi daerah masing-masing. Tujuan pengaturan itu adalah tidak terjadi gap terlalu besar dengan angkutan konvensional. Dengan demikian, bisa terjadi persaingan sehat di lapangan. ”Besok (hari ini, Red) kita lakukan asistensi formulasi soal tarif batas bawah dan atas. Termasuk perhitungan kuota sehingga gap (tarif) antardaerah tidak terlalu besar,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur PT Blue Bird Tbk Sigit Priawan Djokoseotono mengimbau para driver tak khawatir. Dia mengatakan, dalam kolaborasi yang terjalin, pihaknya tetap memberlakukan tarif sesuai batas bawah dan atas yang telah ditentukan di angkutan taksi resmi. ”Argo tetap sama karena kita tidak bisa mengubah (tarif batas atas dan bawah taksi resmi). Tarif Bluebird untuk pengemudi, tamu tarif Go-Car,” ujarnya di Jakarta kemarin (29/3).
Sigit menjelaskan, dalam penentuan tarif itu, ada kewajiban untuk memberikan jaminan kepada pihak driver. Bagaimana dengan gap tarif? Dia menuturkan, itu menjadi kewajiban Go-Car untuk membayar ke Bluebird. ”Mereka menyubsidi tamu. Mungkin jadi strategi juga untuk dapatkan tamu. Koneknya ke aplikasi juga semakin banyak,” ungkapnya. Mulai Februari 2017 Bluebird resmi menjalin kerja sama dengan Go-Car. Ada sekitar 2.000 unit yang sudah terkoneksi dengan aplikasi rintisan Nadiem Makarim itu.
Di sisi lain, muncul desakan untuk segera merevisi UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Desakan itu muncul lantaran hingga kini belum ada aturan yang dapat menjadi payung hukum bagi ojek online. ”Lalu, revisi PM 32/2016 ternyata belum mengakomodasi angkutan roda dua. Agak kurang adil saya rasa,” ujar anggota Komisi V DPR Nizar Zahro.
Padahal, konflik yang paling banyak terjadi saat ini justru terjadi antara ojek online dan angkutan konvensional. Baik sesama ojek ataupun angkutan umum. (mia/bay/c10/oki)
Besok (hari ini, Red) kita lakukan asistensi formulasi soal tarif batas bawah dan atas. Termasuk perhitungan kuota sehingga gap (tarif) antardaerah tidak terlalu besar.” PUDJI HARTANTO Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub