Jawa Pos

Sosok Pemburu Pembobol Museum

-

SAAT menjejakka­n kaki di Surabaya, Iptu Arief Ryzki Wicaksana sudah berkomitme­n untuk menjadi reserse andal. Bagi dia, tantangan utama polisi adalah menangkap penjahat. Kini, tantangan tersebut terjawab ketika dia dipercaya bergabung dengan tim antibandit. Polisi berlatar belakang Brimob itu langsung nyetel ketika ditugaskan mengungkap perkara. Salah satu kejahatan menonjol yang telah diungkap adalah pencurian uang kuno di Museum Bank Indonesia Februari lalu. ”Saat pertama menanganin­ya, saya pikir pelaku ini benarbenar gila dan nekat. Sasarannya museum yang keamananny­a sudah terstruktu­r rapi,” terang alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 2013 itu. Begitu mendatangi TKP, Arief langsung mencari beberapa petunjuk. Mulai menggali keterangan sekuriti, rekaman CCTV, hingga daftar pengunjung di buku tamu. Adanya buku tamu itu sedikit membantu kerjanya. Sebab, semua yang masuk, mau tidak mau, mencatatka­n namanya di sana. Setelah memeriksa buku itu, dia mendapati satu nama yang janggal. Sebab, orang tersebut sudah dua kali datang ke sana. Setelah itu, dia mencatat jam kedatangan pelaku ke museum tersebut. ”Kami cocokkan dengan rekaman CCTV. Dari sana gerak-geriknya memang mencurigak­an,” tambah putra bungsu di antara tiga bersaudara tersebut. Untuk penyelidik­an lanjutan, Arief menyamar sebagai kolektor uang kuno. Dia mendatangi pasar gelap barang-barang antik. Di sana dia mendapat informasi adanya seseorang yang menjual gulden, pecahan uang Belanda. Begitu ditelusuri lebih lanjut, uang tersebut sama persis dengan ciri-ciri koleksi yang hilang dari museum. Ciriciri fisik orang itu juga punya kesamaan dengan yang terekam di CCTV.

Dia lantas mendapat nomor telepon orang tersebut. Dia kembali pura-pura hendak membelinya. Keduanya lantas janjian di kawasan Petemon. ”Kami pancing dia untuk keluar,” lanjut alumnus SMA 70 Jakarta itu.

Setelah bertatap muka langsung, Arief yakin 100 persen bahwa yang ditemuinya adalah pelaku pencurian uang di Museum BI. Sempat berbincang-bincang sedikit, pelaku tersebut langsung disergap dari belakang. Dia mengakui bahwa uang kuno yang dijualnya memang hasil curian.

Sebagai polisi muda, Arief begitu antusias untuk mengungkap kejahatan. Dia sadar bahwa masih banyak polisi yang lebih senior. ”Ilmu saya di lapangan jelas kalah jauh.Teman-teman lebih berpengala­man mengenal kota ini,” katanya merendah.

Oleh sebab itu, Arief tidak segan blusukan ke polsek-polsek. Tujuannya mengenal reserse lainnya secara lebih mendalam. Terutama karakter mereka. Sebagai perwira pertama, dia memang punya tanggung jawab untuk mengatur beberapa polisi.

Tapi baginya, semua sama saja. Arief tidak pernah memandang pangkat ketika terjun di lapangan. Sebelum memberanta­s curas, curat, dan curanmor (3C), Arief lebih banyak mengurusi laporan kejahatan yang menguras pikiran.

Dia pernah bertugas di unit tindak pidana tertentu (tipiter). ” Tuntutan tim antibandit ini memang lebih besar. Kejahatan yang dihadapi langsung bersinggun­gan dengan masyarakat,” terang putra pasangan Wisnu Amatsastro dan Mutiara Sitepu itu. (did/c6/git)

 ??  ?? POLISI RENDAH HATI: Iptu Arief Ryzki Wicaksana selalu mendengark­an saran senior ketika bertugas di lapangan.
POLISI RENDAH HATI: Iptu Arief Ryzki Wicaksana selalu mendengark­an saran senior ketika bertugas di lapangan.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia