Jawa Pos

Gondrong sejak Melawan ’’Buaya’’

Kisah nyemplung- nya Denny Fatchoer Rachman ke dunia akting cukup berliku. Selain kemampuan, faktor ’’keberuntun­gan’’ sangat menentukan.

-

SEBELUM terjun ke dunia perfilman, Denny sempat berlayar selama tiga tahun di luar negeri. Kapalnya sering berlabuh di Amerika Serikat. Maklum, latar belakang pendidikan Denny memang Sekolah Perwira Telekomuni­kasi Laut Surabaya. Dia lulus pada 1995. Setelah itu, dia mengikuti Hotel Cruise Training Internatio­nal (HCTI) di Bali dan lulus pada 1998.

Selama di atas kapal, Denny bekerja sebagai food and beverage services atau pramusaji makanan. Dia lantas memutuskan berhenti dan kembali ke tanah air. ’’Saya sempat bingung mau jadi apa. Akhirnya, setelah nonton banyak film, saya hubungi temanteman saya di Jakarta,’’ tuturnya.

Suatu ketika ada kabar yang menginform­asikan bahwa sebuah rumah produksi hendak mengadakan casting atau audisi. Denny pun ikut, tetapi tidak lolos. Meski begitu, dia tidak patah arang. Dia terus berusaha hingga sebuah peran jatuh ke ta ngannya pada 2003. ’’ Film pertama yang saya mainkan adalah Permata LingLing,’’ ucap Denny saat ditemui di rumah makan miliknya di kawasan Magersari Senin (27/3).

Meski ingat film pertama yang dimainkan, Denny ternyata tidak ingat nama tokoh yang diperankan. ’’Waduh, namanya saya lupa. Astaga. Yang jelas saya main sebagai tokoh antagonis,’’ ungkapnya, lantas tertawa.

Dari sekian banyak film yang diikuti, film Jaka Tingkir termasuk yang sangat dikenang. Dalam film yang ber- setting kehidupan Wali Sanga itu, Denny harus bertempur di berbagai medan. Salah satunya, rawa-rawa. Ada salah satu bagian cerita yang mengharusk­an Denny melawan siluman buaya rawa.

’’Setelah mentas (keluar, Red) dari air, ehmmm rambut saya jadi sarang keong rawa,’’ ungkapnya. Yang jelas, dia kerap menghabisk­an banyak waktunya untuk membersihk­an rambut dengan sampo setelah itu. ’’Sejak saat itu rambut saya gak pernah dipotong pendek. Tetap gondrong sampai sekarang,’’ paparnya.

Untuk menciptaka­n karakter tokoh seorang pendekar yang kuat, Denny juga harus berusaha mengubah suaranya menjadi lebih ngebass. Aslinya, Denny terbilang memiliki suara yang merdu. ’’Waktu masih SMA juara qariah,’’ ucapnya.

Denny mengungkap­kan, di luar bermain film, ada saat-saat seorang aktor yang terpaksa banting setir menjadi apa saja. Misalnya, wirausahaw­an seperti yang dijalankan saat ini. ’’Sambil nunggu job, artis-artis biasanya mencoba banyak usaha,’’ tuturnya.

Kini dia dan beberapa kawannya berencana membuat film. Sembari persiapann­ya berjalan, dia tidak mau berpangku tangan. Membuka warung makan Bebek Brama merupakan salah satu usahanya.

Terkait dengan peringatan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret atau hari ini, Denny berharap semakin banyak rumah produksi yang menyuguhka­n filmfilm seru dan mendidik. Dia juga berharap terus bermuncula­n artis nasional yang berkiprah di dunia film internasio­nal. ’’Kalau saya jadi artis lokal saja,’’ katanya merendah. (jos/c15/pri)

Sambil nunggu job, artis-artis biasanya mencoba banyak usaha.”

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS MASIH TANGGUH: Denny memperagak­an salah satu jurus andalan Brama Kumbara di Rumah Makan Brama, Magersari, Sidoarjo. Dinding rumah makannya dipenuhi foto kenangan. ??
BOY SLAMET/JAWA POS MASIH TANGGUH: Denny memperagak­an salah satu jurus andalan Brama Kumbara di Rumah Makan Brama, Magersari, Sidoarjo. Dinding rumah makannya dipenuhi foto kenangan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia