GKR Hemas Ultimatum MA
Oesman Sapta Mulai Jalankan Tugas Ketua DPD
JAKARTA – Konflik internal rebutan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akhirnya menyeret Mahkamah Agung (MA). Pemicunya, sikap MA yang tetap melantik tiga pimpinan baru DPD saat belum adanya titik temu dari kedua kubu yang bertikai.
Senator DPD GKR Hemas mengultimatum MA untuk memberikan penjelasan terkait pencopotan dirinya sebagai salah satu wakil ketua DPD. Lebih khusus, ultimatum juga diarahkan kepada Wakil Ketua MA Suwardi yang melantik pimpinan DPD pada Selasa (4/4). ”Kami minta dijelaskan, mengapa melakukan tindakan pengambilan sumpah yang bertentangan dengan putusan MA,” kata Hemas kemarin (5/4).
Hemas menegaskan, sebagai pimpinan DPD, dirinya tidak pernah menyatakan mundur, apalagi dinyatakan masa tugasnya berakhir di sidang paripurna. Karena itu, tidak benar jika disebut terjadi kekosongan kursi pimpinan DPD yang menjadi dasar pemilihan pimpinan DPD oleh pimpinan sidang sementara.
Jika melihat jumlah yang hadir, disebutkan bahwa anggota DPD yang hadir pada paripurna Selasa malam hanya 57 orang. Menurut Hemas, jumlah itu belum mencapai kuorum batas kehadiran 50 persen plus satu dalam paripurna. Sebagai catatan, anggota DPD berjumlah 132 orang. ”Kalau berapanya, sebetulnya kemarin juga tidak kuorum,” sebutnya.
Kembali pada Suwardi, Hemas mengultimatum wakil ketua MA bidang nonyudisial tersebut untuk memberikan penjelasan. Suwardi diberi waktu 1 x 24 jam atau hingga hari ini (5/4) untuk menjelaskan alasan pengambilan sumpah tersebut.
Secara terpisah, Farouk Muhammad juga kecewa dengan pelantikan pimpinan baru DPD. Dia meyakini bahwa posisinya selaku wakil ketua DPD masih sah hingga 2019 setelah menjalani sumpah jabatan oleh ketua MA pada 2014. Meski dipersoalkan pada 2016, putusan MA menguatkan posisinya sebagai pimpinan DPD secara hukum hingga 2019. ”Di satu pihak, kami masih mengemban itu. Secara hukum, kami masih sebagai pimpinan DPD. Tapi, ada lagi pimpinan DPD yang lain. Berarti ada dua kepemimpinan DPD sekarang,” ujar Farouk kemarin (5/4). Dia menilai sikap MA patut dipertanyakan. Sebab, tentu MA tidak bisa mengingkari keputusan yang telah dibuat.
Dia berencana melayangkan surat kepada pimpinan MA. Isinya meminta pelantikan dibatalkan. Sebab, proses pemilihan pimpinan DPD itu hanya dihadiri 57 orang yang berarti tidak kuorum. Dia mengaku, surat tersebut hendak disampaikan secara langsung kepada Plt ketua MA, tetapi dirinya tidak bisa masuk ke ruang pimpinan. ”Di ruang Plt ketua MA, ada Pak Pasek (Gede Pasek Suardika, anggota DPD pro Oesman Sapta) dengan Sekjen. Katanya lagi rapat alot di sana. Saya tidak tahu apa yang dirapatkan dan apa yang alot,” ujar dia.
Dia menduga adanya campur tangan orang lain dalam pergantian pimpinan DPD tersebut yang berdampak pada putusan hukum. Dia menduga, ada persoalan politik yang melatarbelakangi masalah itu. ”Apakah ada invisible hand di balik semua ini,” jelas Farouk.
Pada bagian lain, Ketua (baru) DPD Oesman Sapta Odang (OSO) kemarin mulai menghuni ruang ketua DPD di lantai 8 Ggedung Nusantara III, kompleks parlemen. Ruangan yang terakhir dihuni mantan Ketua DPD M. Soleh itu secara simbolis telah diserahkan saat proses pelantikan pimpinan DPD oleh MA. ”Saya sudah masuk kantor tadi,” kata OSO.
OSO belum berkomunikasi dengan Hemas maupun Farouk terkait pergantian pimpinan DPD. OSO memastikan bahwa dirinya tidak ingin berdebat dengan pihakpihak yang ingin mempertahankan kekuasaan. (bay/jun/syn/c6/agm)