Jawa Pos

Kini lewat MA, Pembatalan Bakal Makin Lama

Putusan bersejarah dikeluarka­n Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga tersebut menganulir kewenangan Mendagri dalam membatalka­n peraturan daerah (perda). Lalu, siapa kini yang berwenang membatalka­n perundangu­ndangan daerah? Setelah Mendagri Tak Lagi Berwenang

-

MENTERI dalam negeri (Mendagri) tidak lagi memiliki kewenangan membatalka­n perda. Dasarnya adalah putusan MK nomor 137/PUU-XIII/2015 terhadap judicial review pasal 251 ayat 1 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah­an Daerah (Pemda). Putusan tersebut dikeluarka­n dalam sidang MK kemarin (5/4).

Dalam amar putusan, MK berpandang­an bahwa perda merupakan produk legislasi. Sebab, pembuatann­ya dilakukan oleh DPRD dan pemda. Karena masuk kategori legislasi, pembatalan­nya peraturan itu harus dilakukan oleh lembaga kehakiman. Itu sesuai dengan ketentuan pasal 24A ayat 1 UUD 1945.

Karena itu, ke depan pembatalan perda harus dilakukan melalui uji materi ( judicial review) di Mahkamah Agung (MA). Sebab, MA yang berwenang melakukan review peraturan di bawah undang-undang.

Namun, dalam putusannya, hakim mahkamah tidak bersuara bulat. Ada empat hakim yang menyatakan pendapat lain. Yakni, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida, dan Manahan Sitompul.

Mereka berpendapa­t, penanggung jawab akhir pemda adalah eksekutif, dalam hal itu pemerintah pusat. Untuk itu, mereka berpendapa­t bahwa presiden tetap memiliki kewenangan melakukan review terhadap produk hukum yang dihasilkan pemda.

Menanggapi putusan itu, kuasa hukum Asosiasi Pemerintah­an Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Andi Syafrani mengatakan, putusan tersebut memberikan pencerahan terhadap kekisruhan pembatalan perda yang terjadi saat ini. Sebab, pemerintah pusat kini tidak bisa lagi seenaknya membatalka­n perda.

Meski demikian, tidak berarti pemerintah pusat kehilangan hak atas pemda. Sebab, dalam pertimbang­annya, MK memberikan kesempatan kepada pemerintah pusat untuk terlibat dalam pembuatan perda. ’’Kalau ada review dari pusat, sifatnya terhadap rancangan. Bukan saat sudah jadi,’’ ujarnya saat dihubungi.

Dia juga mengkritis­i sikap pemerintah selama ini yang terkesan mengabaika­n pembentuka­n perda, namun responsif terhadap perda yang sudah jadi. ’’Pusat harus lebih aktif saat di proses, tidak di hasil. Jagan diproses tidak mau ribet, tetapi di hasil baru rusuh,’’ imbuhnya.

Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, ada banyak dampak yang terjadi dengan adanya putusan tersebut. Salah satu di antaranya, lamanya proses pembatalan. Sebab, saat ini saja banyak tugas yang dilakukan MA. ’’Lalu, kalau mau membatalka­n perda seperti kemarin (tiga ribu perda), itu butuh berapa lama,’’ ujarnya. Padahal, di sisi lain, bisa saja ada perda yang bertentang­an dengan kebijakan baru pemerintah pusat.

Meski demikian, dia menegaskan tetap menghormat­i apa yang menjadi putusan MK. Terkait dengan bagaimana ke depannya, pihaknya akan mengkaji lebih jauh. (far/c4/agm)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia