Jawa Pos

Sudah Tujuh Pasien DBD Meninggal

-

SIDOARJO – Kota Delta kerap diguyur hujan hingga saat ini. Cuaca itu berpotensi membuat daya tahan tubuh makin lemah. Berbagai penyakit pun mudah menyerang. Tidak terkecuali demam berdarah dengue (DBD). Berdasar data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo, hingga triwulan pertama, DBD mencapai 237 kasus. Tujuh orang di antaranya meninggal.

Meski demikian, kasus DBD pada triwulan pertama ( Januari–Maret) tersebut menurun jika dibanding dengan tahun lalu. ” Tahun lalu rata-rata sebulan ditemukan 200 kasus,” kata Plt Kepala Bidang Pengendali­an Penyakit (P2) Dinkes Sidoarjo dr Idong Djuanda.

Menurut dia, puncak musim hujan memang telah lewat. Namun, masyarakat harus tetap waspada terha- dap penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes aegypti tersebut. Sebab, penyakit itu tetap berpotensi menyerang siapa saja tanpa mengenal status sosial. ”Semua bergantung lingkungan,” ujarnya.

Idong berharap masyarakat bisa menjaga kebersihan lingkungan. Termasuk menggalakk­an program pemberanta­san sarang nyamuk (PSN) di rumah masing-masing. Sebab, telur-telur nyamuk Aedes aegypti mampu bertahan hingga enam bulan. Ketika terkena air, telur-telur itu bisa langsung menetas. ”PSN ini yang bisa membersihk­an jentik-jentik nyamuk,” ucapnya.

Selama ini kesadaran masyarakat terhadap bahaya DBD dan melakukan PSN kurang

Berselang dua hari, keluarga pasien sudah menerima akta kematian tanpa mengurus ke RT, RW, atau kecamatan. ’’Bapak meninggal Minggu lalu di RSUD. Saya sudah ada rencana untuk mengurus akta kematian karena bapak kan ABRI,’’ kata Sri Yuliati, anggota keluarga penerima.

Perempuan 47 tahun tersebut menyatakan, akta kematian itu digunakan untuk mengurus gaji. Dalam kondisi berkabung, Sri berniat mengurus pembuatan akta menikah sendiri. Namun, pihak RSUD datang ke rumah dan menawarkan program baru e-Tamat. ’’Kok ya kebetulan sekali. Saya berterima kasih karena kami memang belum sempat mengurus karena masih berkabung,’’ ujarnya.

Ya, pelayanan e-Tamat dibentuk karena masih banyak masyarakat Kota Delta yang tidak peduli terhadap akta kematian. Bahkan, sebagian masyarakat menganggap akta kematian tidak penting. Kemungkina­n lainnya terjadi karena proses mengurus akta kematian masih rumit dan butuh proses panjang. Karena itu, RSUD bekerja sama dengan dispenduk- capil membuat terobosan baru untuk memangkas prosedur birokrasi yang rumit.

’’Kami hanya ingin memudahkan masyarakat dalam mendapatka­n akta kematian,’’ kata dr Atok Irawan, direktur utama RSUD Sidoarjo.

Menurut Atok, angka kematian di rumah sakit dengan kelahiran sama-sama tinggi. Setidaknya, dalam sehari ada 5–8 pasien meninggal di kamar jenazah RSUD. Mereka berasal dari rawat inap maupun korban kecelakaan di luar RSUD. ’’Setiap ada kematian kecelakaan atau insiden lain, biasanya masuknya ke RSUD,’’ ujarnya.

Dia menegaskan, pasien mening gal karena kecelakaan maupun rawat inap di RSUD diupayakan mendapat akta kematian, kartu keluarga, dan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik yang baru. ’’Semua pelayanan gratis,’’ ungkapnya.

Atok menyatakan, program baru tersebut bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat. Dukungan dispendukc­apil ada sehingga pasien yang meninggal di RSUD bisa langsung mendapat tiga surat dalam satu paket. Yakni, akta kematian, KTP, dan KK. ’’Jadi, tidak hanya kelahiran, tetapi kematian juga kami beri pelayanan yang baik,’’ ujarnya.

Kepala Dispendukc­apil Sidoarjo Medi Yulianto mengatakan, program e-Tamat itu bersamasam­a akan dilanjutka­n dan dikembangk­an di seluruh rumah sakit (RS) swasta lain di Sidoarjo. Dengan kerja sama yang baik antara dispendukc­apil dan RS, diharapkan masyarakat lebih nyaman karena mudah mendapat akta kematian. ’’Akta kematian itu sangat penting, tetapi masyarakat masih banyak yang tidak peduli,’’ katanya.

Medi menuturkan, jika ada warga yang meninggal dan tidak diurus akta kematianny­a hingga ke dispenduca­pil, warga tersebut dianggap hidup secara kependuduk­an. Karena itu, ketika masyarakat semakin melek dengan pembuatan akta kematian, data penduduk di Kota Delta lebih valid. ’’Tujuannya juga untuk validasi data kependuduk­an,’’ ujarnya.

Selain itu, akta kematian sangat penting untuk mengurus kartu Badan Penyelengg­araan Jaminan Sosial (BPJS), asuransi kematian maupun kesehatan, hingga gaji pensiun. ’’Sekarang ini warga harus lebih melek lagi terhadap pentingnya mengurus akta kematian,’’ jelasnya.

Setiap ada warga yang meninggal di RSUD, keluarga yang ditinggal- kan dapat membawa akta kematian, KK, dan KTP. Di dalam KK dan KTP tersebut akan diupdate status yang baru. Misalnya, janda mati atau duda mati. ’’Itu secara otomatis langsung terupdate,’’ ungkapnya.

Selama ini, lanjut dia, pengurusan akta kematian melewati RT, RW, kelurahan, kecamatan, hingga dispendukc­apil. Padahal, ada tiga jenis yang harus diperoleh setelah salah seorang warga meninggal. Yakni, akta kematian, KK, dan KTP. Proses mengurus satu surat tersebut setidaknya membutuhka­n waktu 10 hari. ’’Dengan kerja sama seperti ini melalui program e-Tamat, paling tidak warga bisa dapat tiga surat sekaligus dua hari setelah meninggal,’’ katanya.

Medi menyatakan, pelayanan pembuatan akta kematian sejatinya ada sejak lama. Namun, masih sedikit warga yang paham pentingnya akta kematian. Karena itulah, kebanyakan data warga yang meninggal justru tercatat hidup. Hal itu juga berpengaru­h terhadap proses data pemilihan umum (pemilu). ’’Makanya, setiap pemilu banyak juga ditemukan data pemilih yang ternyata sudah meninggal. Karena warga tidak mengurus akta kematian,’’ ujarnya. (ayu/c19/hud)

 ?? HANUNG HAMBARA/JAWA POS ??
HANUNG HAMBARA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia