Irman Tegaskan Peran Setnov
Sidang E-KTP Hadirkan Ketua DPR dan Mantan Ketua DPR
JAKARTA – Megakorupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menyeret kerabat Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan perkara e-KTP kemarin (6/4). Irvan yang merupakan Direktur PT Murakabi Sejahtera diduga ambil bagian dalam tim Fatmawati. Itu adalah tim bentukan Andi Agustinus alias Andi Narogong, aktor utama dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun.
Munculnya nama keluarga Setnov membuat suasana sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta seketika riuh
Jika kewenangan Mendagri dipangkas, lanjut dia, proses deregulasi yang dicanangkan pemerintah akan terhambat. Padahal, di sisi lain, hal itu dibutuhkan demi efisiensi investasi di daerah. Apalagi, pembatalan tiga ribu perda pada tahun lalu bukanlah akhir.
Selain itu, Tjahjo menilai, pembatalan perda melalui judicial review di Mahkamah Agung sangat tidak efisien. Prosesnya bisa sangat lama. Sebagaimana pengalaman 2012, kata Tjahjo, hanya ada dua perda yang bisa dibatalkan oleh MA. ”Saya sebagai Mendagri juga sangat tidak yakin MA mampu membatalkan perda dalam waktu dekat atau singkat,” imbuhnya.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono membantah pendapat pemerintah. Menurut dia, Men- dagri tidak memiliki kewenangan membatalkan perda. ”Tidak bisa,” ujarnya saat dihubungi.
Fajar menjelaskan, frasa ”perda kabupaten/kota dan/atau” dalam pasal 251 ayat (3) juga dinyatakan inkonstitusional. Dalam pasal tersebut, sebelumnya disebutkan bahwa Mendagri bertindak sebagai pengganti jika gubernur tidak melakukan pembatalan. Nah, dengan dicabutnya pasal tersebut, kewenangan Mendagri otomatis juga dihilangkan.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyatakan, putusan tersebut mengesankan MK tidak sensitif terhadap kondisi otonomi daerah saat ini. Berdasar penelitian selama ini, banyak oknum yang gagal membuat peraturan daerah (perda) yang baik. ”MK berpikir daerah kita semuanya normal, negarawan semua lah,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Nah, dengan adanya putusan tersebut, bukan tidak mungkin sejumlah oknum di daerah menjadikannya sebagai peluang. Implikasinya, akan lahir perdaperda yang tidak sesuai dengan semangat pembangunan nasional. ’’ Toh kalau dibatalkan, itu lama. Harus melalui MA dulu.”
Untuk itu, dia meminta putusan tersebut menjadi momentum pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengawasan proses perancangan perda. Kemendagri dalam hal ini tidak lagi bisa melepas tanggung jawabnya dalam pembahasan tersebut.
Endi menjelaskan, banyaknya perda yang dibatalkan pada 2016 menjadi bukti bahwa proses monitoring tidak berjalan baik. ’’Sangat minim. Kalau mereka kerja bener, tidak ada lagi perda bermasalah.” (far/c6/agm)