Jawa Pos

Tak Melantik, Hanya Menuntun Sumpah

MA Tanggapi Ultimatum Hemas

-

JAKARTA – Tak sampai deadline 1 x 24 jam, Mahkamah Agung (MA) menjawab ultimatum GKR Hemas soal alasan pelantikan Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO). MA menegaskan bahwa pengambila­n sumpah jabatan OSO sebagai ketua DPD sah secara hukum.

Juru Bicara MA Suhadi menyatakan, dasar pengambila­n sumpah jabatan OSO diatur dalam pasal 260 ayat 6 UndangUnda­ng (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Di situ disebutkan, MA wajib menuntun ketua terpilih DPD dalam mengucapka­n sumpah jabatannya. ”Dengan demikian, kewajiban konstitusi ketua MA adalah menuntun sumpah, bukan melantik ya,” ujarnya kemarin.

Dia menegaskan, fungsi MA bukanlah melakukan pelantikan. Melainkan hanya menuntun pembacaan sumpah jabatan. Dia juga mengomenta­ri anggapan anggota DPD bahwa pelantikan dan penuntunan sumpah jabatan OSO ilegal. Menurut dia, hal tersebut adalah masalah DPD, bukan menjadi kewenangan­nya.

Suhadi juga menegaskan tidak mempermasa­lahkan jika pengambila­n sumpah dilakukan wakil ketua MA karena pimpinan MA sudah ditentukan jenjangnya. Secara struktural, di bawah ketua MA ada wakil ketua. Untuk itu, jika ketua berhalanga­n, secara otomatis tugas dilakukan wakilnya. ”Ketua MA sudah melimpahka­nnya kepada wakil ketua MA,” kata dia.

Soal putusan MA, Suhadi menjelaska­n bahwa perintah untuk mencabut peraturan tata tertib DPD oleh MA memang benar adanya. Di situ MA menginstru­ksikan agar peraturan tata tertib tersebut dicabut. Namun, tentang bagaimana teknis pencabutan­nya, itu diserahkan kepada DPD. Apakah dilakukan sebelum atau sesudah pemilihan.

Disinggung soal Peraturan DPD Nomor 3 Tahun 2017 tentang Tata Tertib yang dijadikan dasar pemilihan pimpinan DPD, lagi-lagi MA enggan berkomenta­r lebih lanjut. Menurut Suhadi, MA hanya mengurusi yang menjadi tugasnya. Soal dinamika yang terjadi di internal, MA menyerahka­n proses tersebut sepenuhnya kepada DPD. ”Tugas MA menuntun sumpah jabatan,” kilahnya.

Proses pergantian ketua DPD menimbulka­n gejolak besar di internal lembaga wakil daerah tersebut. Pasalnya, kubu yang berseberan­gan dengan OSO menilai terpilihny­a ketua umum Partai Hanura itu tidak sah secara hukum. Dasarnya adalah dikabulkan­nya gugatan judicial review peraturan DPD tentang tatib di MA sehingga jabatan pimpinan kembali ke lima tahun.

Selain itu, mereka berpendapa­t bahwa pengesahan Peraturan DPD 3/2017 yang dijadikan landasan dilakukann­ya pemilihan pimpinan cacat. Sebab, prosesnya tidak dilakukan secara kuorum.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universita­s Indonesia (MaPPI FHUI) Adery Ardhan menilai sikap MA dalam kasus DPD sangat tidak konsisten. Di satu sisi, MA menyebutka­n, tidak sepatutnya jabatan pimpinan DPD dipergilir­kan. Sehingga dapat menimbulka­n kesan berbagi kekuasaan. ”Di sisi lain, MA melalui hakim agung Suwardi bersedia menyumpah pimpinan DPD RI hasil mekanisme penggilira­n,” cetusnya. (far/c9/agm)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia