Dana Rp 17,9 Triliun Tidak Tercatat
KETUA Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Harry Azhar Azis menyebutkan, hasil IHPS II Tahun 2016 menemukan bahwa banyak masalah yang perlu ditindaklanjuti. Yakni berkaitan dengan pengelolaan rantai suplai, pembangunan pembangkit listik 10.000 megawatt (mw), dan penyelenggaraan jaminan.
BPK melansir, terdapat 8.251 rekening pemerintah sebesar Rp 17,97 triliun yang tidak tercatat dalam penatausahaan rekening pemerintah pada 31 Oktober 2016. Temuan tersebut berdampak tidak optimalnya dan tidak terjaminnya likuiditas kas pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan yang terintegrasi.
”Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kewenangan dan lingkup, manajemen perencanaan kas, serta pengelolaan saldo kas belum efektif untuk menjamin likuiditas dan optimalisasi kas pemerintah,” ujar Harry kemarin (6/4).
Dia menambahkan, masalah pada pengelolaan rantai suplai ditemukan di SKK Migas serta pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada kontraktor kontrak kerja sama. ”Belum didukung sistem pengendalian intern yang memadai dan belum dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” papar Harry.
Selain itu, terang dia, proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 mw periode 2015–2016 menunjukkan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum mampu merencanakan secara cepat dan belum menjamin kesesuaian dengan ketentuan serta kebutuhan teknis. Itu merupakan proyek lanjutan FTP I.
Dia juga mengungkapkan, pembangunan PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB (Lombok), dan PLTU Kalbar 2 terhenti atau mangkrak serta PLTU Kalbar 1 berpotensi terhenti. ”Hal itu mengakibatkan pengeluaran PLN sebesar Rp 609,54 miliar dan USD 78,69 juta untuk membangun PLTU itu tidak memberikan manfaat. PLN juga belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan PLTU sebesar Rp 704,87 miliar dan USD 102,46 juta,” terangnya.
Harry melanjutkan, penyelenggaraan jaminan sosial nasional tidak sesuai dengan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang peraturan yang terkait dengan jaminan sosial. Terdapat perbedaan manfaat atas berbagai jenis peserta jaminan sosial serta dualisme makna pensiun dalam program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun.
IHPS II Tahun 2016 memuat ringkasan dari 604 laporan hasil pemeriksaan yang meliputi 81 LHP pada pemerintah pusat (13 persen), 489 LHP pada pemda dan BUMD (81 persen), serta 34 LHP pada BUMN dan badan lainnya (6 persen). ”Berdasar jenis pemeriksaan LHP dimaksud, terdiri atas 9 LHP keuangan (1 persen), 316 LHP kinerja (53 persen), dan 279 LHP dengan tujuan PDTT (46 persen),” jelasnya. (tih/c11/wir)