Jawa Pos

Pemuda Polos Habisi Tasri

Misteri Pembunuhan di Puncak Permai

-

SURABAYA – Sosok yang menghabisi Tasri, pekerja rumah tangga di Puncak Permai, pada Sabtu (1/4) akhirnya terungkap. Dia adalah Vian Ahmad Fauzi, remaja kerempeng asal Lumajang yang merantau ke Surabaya. Langkah nekat tersebut dilakukan karena dia ingin berusaha mencuri di rumah mewah tempat Tasri bekerja.

Polisi menangkap pemuda dengan wajah polos tersebut ketika dia sedang asyik bersantai di rumah kosnya, Jalan Tubanan. Kebetulan, rumah kos Vian memang tidak jauh dari TKP. Penggerebe­kan dilakukan Rabu (5/4) sekitar pukul 18.30.

Ketika ditangkap, pemuda 19 tahun tersebut sempat mengelak menjadi pelaku pembunuhan. Namun, ketika hasil penggeleda­han polisi di kamar kosnya menunjukka­n bahwa semua barang bukti yang dimaksud polisi berada di kamarnya, Vian tidak bisa berkutik. Di antaranya, sepatu dan jaket yang digunakan Vian untuk membunuh.

Kepada polisi, Vian langsung mengakui semua perbuatann­ya. Pengakuann­ya, dia sebenarnya tidak bermaksud menghabisi perempuan 49 tahun tersebut. Rencana semula, dia hanya ingin mengambil barang berharga di rumah Simon Raharjo Tanzil, majikan Tasri

Untuk berjaga-jaga, dia lebih dahulu mengambil senjata tajam di warung dekat TKP. Dia mengambil begitu saja karena kebetulan warung itu tutup.

Mula-mula, Vian masuk melewati pagar rumah pada dini hari. Dia kemudian menuju lantai 2 dengan cara memanjat pohon di pekarangan depan. Tidak berhenti di situ, Vian langsung memanjat sela-sela tembok untuk mencapai lantai 3.

Sampai di lantai 3, dia pun berupaya membuka pintu akses menuju lantai 3 dengan menggunaka­n obeng yang dibawa dari rumah kos. Namun, karena tidak memiliki akses ke beberapa ruangan di rumah itu, Vian menyerah. Maklum, Simon memang memiliki akses yang serbaotoma­tis. Karena itu, hanya beberapa orang yang bisa memasuki ruangan rumah seenaknya.

Akhirnya, dia berupaya mencari jalan keluar. Dari lantai 2 menuju lantai 1, dia melewati tangga. Apes, Tasri yang sedang mengepel di bawah tangga mengetahui aksi Vian. Perempuan asal Tuban itu sempat kaget. Tanpa pikir panjang, Vian langsung memukul pelipis kanan Tasri. Begitu jatuh, lehernya digorok dengan pisau yang dibawa tadi. Vian melakukan itu karena takut aksinya dilaporkan Tasri kepada pemilik rumah. ’’Dia nggak teriak sih, cuma shock saja,’’ sahut Vian.

Setelah menghabisi Tasri, Vian langsung menggeret mayat Tasri menuju kamarnya. Karena tubuh Tasri bersimbah darah, pemuda penganggur itu berinisiat­if mengelap jejak darahnya dengan kain yang ditemukan. ’’Jadi, ada usaha dari tersangka untuk menghilang­kan jejak pembunuhan,’’ terang Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Shinto Silitonga.

Meskipun telah membunuh, Vian sama sekali tidak terlihat kalut. Ketika melewati dapur, dia menyempatk­an diri meminum segelas air putih. Nah, dari situlah polisi mendapatka­n petunjuk yang mengarah ke tersangka. ’’Saat dia minum itu, kami menemukan sidik jarinya,’’ ungkap Shinto.

Alibi Vian kian lemah ketika polisi juga menemukan jejak sepatu yang tidak jauh dari mayat Tasri ditemukan. Jejak sepatu tersebut memang diketahui mirip sekali dengan sepatu yang ditemukan di kos Vian. ’’Bagaimana nggak mirip, orang emang itu sepatunya,’’ terang polisi asal Medan tersebut.

Shinto menyatakan, memang bukan perkara mudah mengungkap pembunuhan kali ini. Sidik jari memang sudah ditemukan. Namun, dia memiliki data yang minim tentang pemilik sidik jari itu.

Polisi pun sempat meminta bantuan polsek setempat dalam mengungkap kasus tersebut. Dari penyelidik­an itu, awalnya polisi memiliki tiga kecurigaan di tiga pelaku. Hasil tersebut didapat polisi dari uji lab rekaman closed circuit television (CCTV) dan keterangan warga sekitar.

Pertama, gerombolan orang yang sering mabuk-mabukan di kawasan tersebut. Kecurigaan itu berdasar keterangan warga sekitar. Warga menjelaska­n, pada pukul 03.00, mereka kerap kali melihat sekelompok pemuda tersebut. Kendati demikian, saat itu polisi belum bisa menemukan dan mengidenti­fikasi siapa-siapa saja yang ikut dalam kelompok tersebut. ’’Itu kami dapatkan satu hari setelah penemuan mayat. Tapi, kami masih belum berhasil mengungkap siapa mereka,’’ jawab Shinto.

Kecurigaan juga sempat diarahkan kepada pelaku lain. Yakni, pelaku kedua yang diperoleh dari uji rekaman CCTV. Korps seragam cokelat mendapati ada orang setengah baya yang lewat setelah kejadian berlangsun­g. Dia diketahui lewat dan menyapa orang dengan ciri-ciri yang persis dengan tersangka. ’’Nah, kan kita curiga tuh kalau si tersangka balik soalnya ada barangnya yang ketinggala­n. Langsung saja kita cari si bapak ini,’’ tambah alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1999 tersebut.

Pria itu diketahui bernama Buyono. Dia memang mengaku mengenal pemuda yang disapa saat itu. Pemuda tersebut bernama Irwan. ’’Nah, si Irwan ini ternyata ketua gerombolan orang yang sering mabuk di daerah situ,’’ tambah Shinto.

Dia pun langsung mengerahka­n anggota untuk meringkus pemuda bernama Irwan tersebut. Kecurigaan pun semakin kuat ketika tahu dia pernah dijebloska­n ke penjara. Dia diketahui pernah masuk bui dengan tuduhan penganiaya­an. Bercak yang dikira darah pun diketahui membekas di sepeda motornya. ’’Kita langsung ringkus dia hari Senin (3/4), sama adiknya juga,’’ ungkap perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Namun, setelah diperiksa, Irwan tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Tasri. Bercak yang dikira darah diketahui sebagai kotoran biasa. Adiknya juga terbukti tidak terlibat sama sekali. Dalam kurun 24 jam, polisi langsung membebaska­n keduanya.

Akhirnya, kecurigaan polisi mengarah ke pelaku terakhir. Data tersebut diperoleh polisi dari keresahan seorang warga. Dia mengaku memiliki keponakan yang bertingkah aneh. Selama berada di Surabaya, keponakan itu tidak pernah bekerja. Bahkan, pola tidurnya terbalik. Dia tidur saat siang dan keluar pada malam.

Kos pemuda tersebut terletak di kawasan Tubanan. Kawasan itu memang bersebelah­an dengan perumahan tersebut. Letak kos pemuda itu hanya berjarak 70 meter dari TKP. Polisi pun langsung memantauny­a.

Selama dua hari, mereka berjaga di depan kos tersebut secara bergantian. Namun, mereka tidak menemukan petunjuk yang berarti saat itu. Pemuda tersebut juga tidak kelihatan seperti pemuda yang terekam di CCTV. ’’Karena petunjuk kita tinggal satu, sekalian saja kami buktikan,’’ katanya.

Tidak disangka, pemuda yang tidak kelihatan mencurigak­an itulah pembunuh Tasri. Pemuda tersebut adalah Vian. Awalnya, Shinto sempat tidak percaya bahwa Vian bisa menghabisi Tasri setega itu. ’’Saya sendiri saja kaget, nggak percaya. Tapi, bukti ada di situ semua, mau gimana?’’ ungkapnya.

Apalagi, sejak awal polisi menduga bahwa pelaku tinggal tidak jauh dari TKP. Itu diketahui dari Vian yang tidak menggunaka­n kendaraan ketika menuju rumah yang akan dicuri.

Polisi memang sempat tidak mudah mengenali wajah Vian. Hal itu terjadi karena Vian mengganti gaya rambut. Rambut yang awalnya disibakkan ke kanan diganti dengan diarahkan semua ke belakang.

Kini Vian harus meringkuk di bui. Dia harus menebus kesalahann­ya setelah menghabisi Tasri. Pemuda lulusan SMK tersebut dijerat pasal berlapis. Yakni, pasal 340 yang mengatur pembunuhan berencana dan pembunuhan. (bin/c19/git)

 ?? DRIAN BINTANG/JAWA POS ?? REMAJA KEJAM: Polisi menunjukka­n pembunuh Tasri, Vian Ahmad Fauzi. Dia tidak bisa mengelak ketika polisi menemukan banyak barang bukti di kamar kosnya.
DRIAN BINTANG/JAWA POS REMAJA KEJAM: Polisi menunjukka­n pembunuh Tasri, Vian Ahmad Fauzi. Dia tidak bisa mengelak ketika polisi menemukan banyak barang bukti di kamar kosnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia