Stroke, Tumor di Jantung, dan Tumbuh Terlalu Cepat
Tonny Ikhsan, 16, harus menunda masuk SMA. Awalnya, dia terkena stroke dan tubuh bagian kanannya lumpuh. Stroke tersebut ternyata akibat tumor di jantungnya. Tubuh Tonny juga tergolong lebih tinggi daripada teman-teman seusianya.
TUBUHNYA menjulang tinggi untuk ukuran orang Asia. Usianya baru 16 tahun. Tapi, tingginya sudah 198 cm. Tentu luar biasa. Jari tangannya juga lebih panjang. Ukuran sepatunya 48. Celana kuning milik RSAL dr Ramlean tampak cingkrang ketika dipakainya. Begitu pula bajunya.
Tonny Ikhsan, remaja itu, sudah sembilan hari menginap di rumah sakit milik TNI Angkatan Laut tersebut. Dia menginap bukan karena tinggi badannya tersebut. Tapi, Tonny harus menjalani operasi pengambilan tumor sebesar bola pingpong di serambi kiri jantungnya.
Sebelumnya, tidak ada dugaan bahwa di jantung Tonny terdapat tumor. Keluhan pertamanya adalah lumpuh sebelah kanan karena stroke. Dari pemeriksaan dokter saraf, stroke tersebut disebabkan penyumbatan di otak kirinya. Dokter tentu heran, kenapa anak seusia Tonny bisa terserang stroke. Sebab, stroke memang lebih banyak menyerang mereka yang berusia lebih dari 40 tahun
Pada 25 Juni 2016, Tonny mengalami serangan stroke untuk yang pertama. Waktu itu Ramadan. Selesai menghabiskan makan sahurnya, Tonny akan mengambil air di dispenser. Tapi, tiba-tiba tangan kanan dan seluruh tubuh bagian kanannya kaku. Gelas jatuh.
Ibunya, Aris, datang menghampiri. ”Saat saya datangi, tubuhnya sudah kaku. Namun, dia tidak terjatuh,” ceritanya saat menemani Tonny menemui Jawa Pos, Rabu (5/4). Waktu itu, Aris tidak menyangka bahwa putranya mengalami stroke. ”Waktu itu, sepertinya dia mau ngomong, tapi tidak bisa,” imbuh Aris.
Tonny sempat ditidurkan. Namun, sesaat setelah itu, pandangan Tonny kosong. Dia lupa pada orang-orang di sekitarnya. Seketika itu, keluarganya membawa Tonny ke RSAL dr Ramelan. Dia masuk ICU di IGD selama empat hari. Di sana diketahui bahwa otak Tonny mengalami penyumbatan.
Keluar dari ICU, memori lelaki kelahiran Sukoharjo itu mulai membaik. Pandangannya tidak lagi kosong. Beberapa orang mulai dia kenali.
Sayang, kemampuan bicaranya belum bisa maksimal. Dia masih terbata-bata. Kaki kanan dan tangan kanannya juga belum berfungsi maksimal. Kakinya diseret ketika berjalan. Tangannya tidak bisa diangkat. Setelah itu, dia menjalani rehab medis untuk mengembalikan motorik dan fungsi wicaranya.
Waktu bertemu dengan wartawan, Tonny masih terbata-bata. Dia belum bisa bercerita banyak. Untuk pertanyaan dengan jawaban panjang, dia belum bisa merespons. Ada usaha untuk menjawab, tetapi kata yang keluar tidak banyak.
Saat SMP, Tonny adalah pemain voli. Sebelum kejadian pada 25 Juni 2016, dia tidak memiliki gejala apa pun. Untuk berolahraga, jantungnya tidak memiliki masalah. Rasa pusing juga jarang dia rasakan. Kalaupun sakit, dia hanya terserang flu atau demam.
Tiga bulan setelah serangan stroke, dia mulai dirujuk ke spesialis jantung. Berdasar hasil ekokardiografi, pemeriksaan rontgen untuk jantung, terlihat ada massa di serambi kirinya. Penyumbatan di otak Tonny diduga karena terkait dengan tumor itu.
Menurut Prof dr Paul Tahalele SpBTKV, trombus atau gelembung kecil yang menjadi bagian tumor itu lepas. ”Kemudian, jalan-jalan sampai ke otak kiri dan menyumbat. Sebenarnya, trombus bisa menyum- bat bagian mana pun,” ujar Paul.
Delapan hari lalu Tonny masuk ruang operasi. Operasi tersebut bertujuan untuk mengambil tumor di dalam jantungnya. Dia mulai masuk kamar operasi pada pukul 08.00 dan selesai sekitar pukul 12.00.
Operasi yang diketuai oleh Paul itu merupakan operasi sulit. Menurut Paul, selama 31 tahun dirinya menjadi spesialis bedah toraks dan kardiovaskuler, baru 30 kasus operasi tumor di jantung. Namun, Tonny termasuk pasien khusus. Sebab, kondisi tubuh Tonny tinggi besar dan memiliki stroke. ”Ini baru pertama kali. Kalau dilihat di jurnal yang dipublikasi, baru lima kasus yang seperti Tonny,” ucap Paul.
Sebelum operasi, Tonny tidak memungkiri ada rasa takut yang menyeruak. Risiko terburuk dipaparkan oleh dokter. Operasi jantung memang tergolong operasi besar. Apalagi waktu itu jantung Tonny harus dihentikan saat operasi.
Kini masa kritis pascaoperasi telah dia lalui. Ventilator atau alat bantu napas sudah dilepas sehari setelah operasi. Dua hari setelahnya, dia sudah belajar jalan. Selasa (4/4), dokter melakukan ekokardiografi dan hasilnya sangat bagus. Dadanya pun sudah kuat. Bahkan, Paul sempat menekan bagian rusuk.
Namun, di dadanya masih ada jarum infus. Jarum tersebut bertujuan untuk menambahkan kalium. Kalium berfungsi untuk menguatkan otot jantung.
Keinginan Tonny setelah keluar dari rumah sakit adalah mudik ke Solo. Dia ingin mengunjungi kakek-neneknya. Lebaran tahun lalu, dia tidak sempat mudik. Dia dan keluarganya harus berlebaran di RSAL dr Ramelan.
Setelah itu, dia ingin kembali sekolah. Tonny memang belum mendaftar SMA. Padahal, ketika terkena stroke, dia telah menyelesaikan ujian nasionalnya. Nilainya pun sudah keluar.
Paul memprediksi, Tonny akan bisa tumbuh lebih tinggi. ”Tulang akan berhenti tumbuh pada usia 19 tahun. Bisa sampai lebih dari 2 meter,” katanya. Namun, Tonny juga mengonsumsi obat untuk menghambat pertumbuhannya. ”Dugaan saya, dia terkena carney complex karena beberapa gejala yang ditunjukkan. Tapi, ya harus periksa hormon dulu,” imbuh Paul.
Stroke yang dialami saat usia muda, apalagi anak-anak, memang harus diteliti lebih lanjut. Seperti Tonny, mungkin saja stroke tersebut disebabkan otaknya tersumbat trombus. Diagnosis yang tepat tentu akan membantu pasien dalam pemulihannya. (*/c6/dos)