Provokatif dan Dinamis
Batik-Batik Lukis Seniman Jawa Timur
SURABAYA – Melukis dan membatik, gabungan dua teknik tersebut dapat menghasilkan karya yang elok. Misalnya, yang dipamerkan Komunitas Batik Lukis Jawa Timur kemarin (6/4) di Galeri House of Sampoerna (HOS).
Ada sepuluh pembatik yang ikut berpartisipasi dalam pameran bertajuk Laras:
Harmonisasi Ragam Corak & Warna itu. Pameran tersebut berlangsung hingga 29 April mendatang. Sebanyak 40 karya didisplay. Masing-masing menghadirkan batik lukis dengan detail yang menarik.
Para seniman yang ikut pameran, antara lain, Basuki Ratna, Firman Asyhari, Guntur Sasono, Heru Susanto, Imam Subandi, Pengky Gunawan, Prima Amri, Suharwedi, Tjiplies Pudji Lestari, dan Yudi. ”Kami disatukan oleh minat yang sama, batik lukis,” ujar Guntur Sasono alias Si Gun, pendiri Komunitas Batik Lukis Jawa Timur. Perkumpulan tersebut resmi didirikan tahun lalu.
Apa yang membedakan batik lukis dengan jenis batik lainnya? Si Gun menjawabnya. Batik lukis tetap berpakem pada proses membatik. Yakni, menggunakan lilin, canting, dan kain. Lilin yang mendidih tersebut digunakan sebagai perintang warna. Sementara itu, kain merupakan
base yang sudah mutlak pada proses membatik. ”Paling banyak pakai kain katun dan sutra,” ujar pria asal Ponorogo itu. Setelah menggunakan lilin, mereka baru melukis dengan pewarna.
Bahan-bahan dalam pembuatan batik lukis bermacam-macam. Setiap seniman memiliki ciri khas masing-masing. Sesuai dengan spesialisasinya, mereka juga mendemokan proses membuat batik lukis kemarin. Si Gun adalah salah satunya. Dia dikenal dengan batik bergaya lukisan kontemporer. Warnawarna yang digunakan lebih provokatif.
Dia suka memakai pewarna batik sebagai cat lukis dan kuas sebagai alat lukisnya. Ada sepuluh karya Si Gun yang dipamerkan kemarin. Karya-karya itu menampilkan sosok perempuan. ”Perempuan yang sempurna dalam berbagai versi,” terangnya. Salah satunya berjudul Dewi Bulan. Dalam kain katun berukuran 130 x 120 sentimeter, Si Gun membuat batik lukis seorang perempuan dengan latar belakang cahaya bulan yang terang. ”Saya suka spontanitas. Jadi, ya, ide muncul saat melukis,” tambahnya.
Sementara itu, karya Firman Asyhari identik dengan batik teyeng. Sebab, seniman 49 tahun tersebut dikenal karena membatik dengan bahan besi teyengen alias berkarat. Bercak karat dari besi itu bisa jadi motif yang cantik. Firman biasanya pakai besi dari peniti dan paku. ”Kalau nggak nemu yang karatan, saya sering celupkan paku atau peniti dalam larutan garam. Jadi, berkaratnya lebih cepat,” ungkap pria kelahiran Banyuwangi tersebut. Karena itu, hasil batik lukisnya terlihat dinamis.
Teyeng memiliki makna penting bagi Firman. ” Teyeng itu seperti kotoran dan dosa. Nah, hal tersebut dapat diubah menjadi hal yang cantik,” ucapnya. Prosesnya hampir sama dengan seniman lainnya. Hanya, Firman lebih dulu menempelkan alat besi yang karatan itu di kain katun. Dia meletakkannya sukasuka, lalu membiarkannya minimal dua hari. Jadi, bercak-bercak teyeng muncul di kain. Baru setelah itu, dia menambahkan pewarna batik. (bri/c16/jan)