Rusia Kirim Kapal Perang
Serangan Amerika Serikat (AS) ke pangkalan udara militer Syria Shayrat Airfield di Provinsi Homs Jumat (7/4) tidak membuat Presiden Bashar Al Assad keder. Malah Kota Khan Sheikhun yang Selasa lalu (4/4) diserang dengan senjata kimia kembali dibombardir.
KHAN Sheikhun dibom hanya beberapa jam setelah serangan di Shayrat Airfield. Bahkan diteruskan hingga kemarin (8/4). Aktivis kemanusiaan di lokasi menyebut serangan itu mengakibatkan seorang perempuan tewas dan tiga lainnya terluka. Memang belum diketahui dengan pasti siapa yang menyerang kota tersebut. Tapi, biasanya pesawat rezim Assad-lah yang membombardir kota-kota basis oposisi.
Assad sudah memberikan sinyal bakal menekan oposisi sesaat setelah AS menyerang pangkalan udara militer miliknya. ”Serangan AS adalah agresi yang arogan dan tidak adil yang hanya akan meningkatkan tekad pemerintah untuk menghancurkan kelompok militan di Syria,” tegas Assad setelah pengeboman oleh AS.
Pemimpin 51 tahun itu tak sendirian. Sekutu terdekatnya, yaitu Rusia, ikut berang. Kemarahan itu tidak hanya ditunjukkan dengan kata-kata. Kemarin (8/4) negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu mengirimkan kapal perang Admiral Grigorovich ke Laut Mediterania. Kapal keluaran terbaru Rusia itu lebih berat dan besar bila dibandingkan dengan kapal penghancur milik AS serta memiliki persenjataan lengkap.
”Kapal itu akan beroperasi di wilayah itu karena ada perubahan situasi militer,” tulis kantor berita milik Rusia, Sputnik, kemarin. Perubahan yang dimaksud adalah serangan 59 rudal penjelajah Tomahawk dari kapal perang AS, USS Ross dan Porter, ke pangkalan udara milik militer Syria Shayrat Airfield di Provinsi Homs Jumat (7/4). Serangan dilakukan dari Laut Mediterania bagian timur.
Admiral Grigorovich yang dikirim Rusia dilengkapi delapan misil penjelajah jenis Kalibr-NK, sistem pertahanan misil Shtil-1, sistem artileri 100 mm A-190, torpedo, dan senapan antipesawat tempur. Kapal itu juga memiliki landasan untuk helikopter jenis Ka-27. Rusia seakan ingin unjuk kekuataan kepada AS bahwa pihaknya juga bisa menyerang balik.
NATO menyebut pengiriman Admiral Grigorovich sebagai pergerakan terbesar Rusia selama beberapa dekade. Rusia mungkin tengah bersiap jika sewaktu-waktu harus berhadapan langsung dengan AS.
Pentagon saat ini tengah menyelidiki keterlibatan Rusia dalam serangan senjata kimia di Kota Khan Sheikhun. Serangan itulah yang dipakai Donald Trump sebagai dasar untuk meluncurkan rudal ke Syria. Pentagon berusaha mengumpulkan bukti-bukti untuk mengetahui apakah Rusia terlibat dalam serangan itu. Termasuk, apakah pesawat Rusia mengebom rumah sakit di Khan Sheikun lima jam setelah serangan gas beracun di kota itu.
Diduga, serangan tersebut berusaha menghancurkan rumah sakit yang merawat korban dengan tujuan menghilangkan bukti-bukti. Pesawat yang mengebom rumah sakit itu memang belum diketahui. Namun, pejabat Kementerian Pertahanan AS mengungkapkan bahwa intelijen mengetahui adanya drone milik Rusia yang terbang di atas rumah sakit tersebut.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov langsung membantah tudingan Pentagon tersebut. ”Itu tidak benar,” tulis Peskov dalam pesan pendek kepada CNN sebagai konfirmasi.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley lebih tegas. Dia memperingatkan Presiden Syria Bashar Al Assad agar tak lagi menyerang warganya dengan senjata kimia. Jika terulang, AS akan kembali bertindak. ”Kami bersiap untuk melakukan (tindakan, Red) lebih, tapi kami harap itu tidak perlu dilakukan,” tegasnya dalam rapat darurat di Dewan Keamanan (DK) PBB Jumat lalu untuk membahas serangan AS ke Syria.
”Penduduk Syria adalah korban yang sebenarnya dari proxy war antara pihak-pihak yang berkonflik. Kami telah muak dengan penyesalan dan pernyataan kecaman karena tragedi kemanusiaan yang telah menghancurkan rakyat Syria,” ujar Duta Besar Mesir untuk PBB Amr Abu Atta.
Proxy war adalah konflik dua negara atau dua pihak di mana mereka tidak berhadapan langsung, melainkan memilih pihak ketiga sebagai medan perang secara tidak langsung. Selama ini, Syria dianggap sebagai medan tempur untuk proxy war antara Rusia dan AS. Bukannya situasi menjadi damai, kedatangan kedua negara adidaya itu di Syria malah membuat situasi kian buruk dan perdamaian kian sulit tercapai.
Pasukan koalisi pimpinan AS mendukung oposisi bersenjata, sedangkan Rusia mendukung rezim Bashar Al Assad. Saat Assad sudah berada di ambang kekalahan, Rusia selalu datang dengan bala bantuan yang lebih besar. (AFP/Reuters/CNN/TheGuardian/Sputnik/sha/c11/any)