KPK Awasi Peran Agen BUMN
Berkaca pada Kasus Suap PT PAL
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal semakin serius mengawasi penggunaan agensi dalam bisnis lintas negara yang dilakukan BUMN. Berkaca pada kasus PT PAL Indonesia, lembaga antirasuah itu menengarai, modus tersebut marak dilakukan pejabat BUMN untuk mencari keuntungan pribadi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, celah mencari keuntungan pribadi masih terbuka seiring belum adanya aturan tegas tentang mekanisme agensi. Sejauh ini, kementerian atau pihak yang berwenang belum melarang penggunaan perantara tersebut. Hal itu membuat ruang gerak agen masih terbuka. ”Praktik fee agency sering dianggap wajar,” ujarnya kemarin (8/4).
Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, mayoritas pejabat BUMN yang tersangkut kasus suap yang melibatkan agen kerap berdalih bahwa fee dari pihak ketiga adalah wajar. Sebab, pemberian uang itu tercatat sebagai biaya lain-lain yang bertujuan memperlancar kesepakatan bisnis. ”Agen kemudian kasih cash back ke pejabat BUMN,” jelasnya.
Misalnya, kasus suap pabrik mesin pesawat asal Inggris RollsRoyce kepada mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Emir melalui kuasa hukumnya, Luhut Pangaribuan, menyebutkan bahwa tidak ada perbuatan korupsi dalam pembelian pesawat dan mesin Trent-700 buatan Rolls-Royce. Alasannya, tidak ada aliran uang dari perantara yang masuk ke kantong Emir.
Nah, hal itu menjadi kesulitan KPK dalam membuktikan suap terhadap pejabat PT PAL yang menerima uang dari agensi, bukan pihak konsumen dalam hal ini pemerintah Filipina. Sebab, uang suap tersebut berasal dari bagian komisi agensi yang di Filipina masih dianggap legal. ”Kalaupun agen dianggap wajar, tentu ada nilai pasar atau nilai wajar fee agency,” terangnya.
KPK pun meminta Kementerian BUMN segera menyikapi fenomena fee agency tersebut. Setidaknya, membuat aturan tegas terhadap agensi. Baik berupa pela- rangan total atau pengetatan penggunaan agensi.
”Dari aspek penindakan, butuh tindakan yang cepat dari pengambil kebijakan, khususnya Kementerian BUMN,” imbuh mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menambahkan, aturan tentang agensi dalam bisnis lintas negara tidak serta-merta menjadi kewenangan pemerintah. Sebab, negara lain sebagai partner bisnis justru lebih sering menggunakan jasa agen ketika menentukan produk yang akan dibeli.
Nah, kondisi itu menyuburkan praktik perantara di industri dalam negeri yang kini banyak menyasar pasar ekspor. Contohnya, Filipina yang masih melegalkan penggunaan agen untuk memudahkan urusan pengadaan dalam tender internasional. (tyo/c5/oki)
Kalaupun agen dianggap wajar, tentu ada nilai pasar atau nilai wajar fee agency.” Febri Diansyah Juru Bicara KPK