Tangkap Lagi Penjaja Gadis Belia
Trafficking via Media Sosial Kian Subur
SURABAYA – Bisnis perdagangan manusia di Surabaya, tampaknya, menemukan lapak baru. Yakni, media sosial. Sepanjang 2016– 2017 belasan kasus trafficking yang diungkap Polrestabes Surabaya adalah mucikari yang memanfaatkan jaringan internet untuk menjajakan gadis belia.
Pelaku trafficking melalui media sosial diupayakan ditangkap saat melakukan transaksi. Yakni, ketika gadis yang dijual dan pria hidung belang bertemu. Jika tidak demikian, para mucikari akan dengan mudah mengelak. Jerat hukum pun sulit diberikan.
Contohnya, kasus yang baru-baru ini diungkap Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya. Mereka menangkap Alena Suhartanti pada Selasa (4/4). Wanita 27 tahun tersebut diringkus setelah tertangkap basah menjual remaja yang masih di bawah umur. Dia adalah SB, 17.
Polisi menangkap Alena sebelum bertransaksi. Penangkapan tersebut terjadi di hotel di Jalan Semut. Mereka ditangkap sesaat setelah tamu memberikan DP berupa uang Rp 400 ribu.
Kasus yang menimpa Alena tersebut bermula dari impitan ekonomi
Sehari-hari dia harus menghidupi empat anak. Dia juga tidak memiliki bekal pendidikan yang tinggi. Hanya jebolan SMP. Jalan pintas pun dipilih, yakni menjajakan kemesraan kepada para lelaki hidung belang.
Awalnya, dia sekadar menawarkan diri sebagai gadis pemandu karaoke. Alena selalu menawarkan jasanya ke semua lelaki yang dikenal. Namun, karena permintaan yang tinggi, dia juga menawarkan ’’ jasa untuk bersetubuh. Banyak yang minta soalnya, Pak,’’ ucap Alena sembari tertunduk.
Kegiatan tersebut tidak jarang memberinya banyak keuntungan. Semakin lama bisnisnya pun meluas. Banyak sekali gadis belia dan sebaya dengannya yang meminta bantuannya untuk
’’ ditawarkan’’ kepada para pria hidung belang.
Hasilnya, Alena pun segera berpindah profesi. Dia kini menjadi mucikari yang menawarkan jasa persetubuhan ke para lelaki yang dikenal. Bisnis yang dijalankan selama dua tahun tersebut dia tawarkan melalui jejaring media sosial.
Dia menawarkan beberapa gadis yang dikenal ke semua kontak di handphone- nya. Tidak jarang, Alena bahkan mendapatkan pesanan tanpa harus ’’ menawarkan. Banyak yang minta, jadi saya ya tinggal menyediakan saja,’’ jelasnya.
Transaksi selalu dijalankan lewat media sosial. Tujuannya, menghindari kecurigaan polisi. Ketika sudah deal, dia lantas menentukan ’’ hotel eksekusi. Semuanya sudah jadi sebelum terjun ke lapangan,’’ tambah Alena.
Seiring naik daunnya penawaran jasa yang disediakan Alena, bertambah pula permintaan para pelanggannya. Hal tersebut semakin menggiurkan para gadis belia untuk masuk ke jejaringnya. Sebut saja namanya Sekar. Gadis yang masih berumur 17 tahun itu pun tergiur untuk menjajakan dirinya.
Penghasilannya membantu orang tua di pasar memang tidak sebanding. Ketika melihat kebutuhan yang semakin mendesak, Sekar pun mulai berpindah pekerjaan. Dia berinisiatif membantu menambah penghasilan orang tuanya dengan cara menjual diri. ’’
Memang korbannya ini mau dijual karena terimpit faktor ekonomi,’’ kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga.
Alena memasang tarif Rp 600 ribu sekali ’’ main’’. Nantinya Alena hanya mengambil Rp 100 ribu dari tarif yang dipasang. Sisanya diberikan kepada Sekar.
Shinto mengatakan, tidak mudah mengungkap kasus perdagangan manusia. Berdasar kasus yang pernah ditangani selama ini, mucikari selalu bertindak dengan dua cara. Salah satunya, menyediakan tempat sekaligus sang gadis. Namun, ada juga yang hanya ’’ menjajakan gadis. Meskipun memang keduanya sistem pemasarannya pasti menggunakan online,’’ kata perwira dengan dua melati di pundak tersebut.
Nah, untuk urusan berburu mucikari di jejaring media sosial, Unit PPA Polrestabes Surabaya memiliki tim khusus. Mereka memang ditugaskan untuk memelototi setiap gerak gerik masyarakat di dunia maya.
Ketika mendapatkan sasaran, para petugas tidak langsung melakukan penangkapan. Sebab, mereka tidak jarang menyangkal tuduhan polisi. ’’
Makanya, mending kami tangkapnya pas sebelum transaksi gitu biar nggak bisa ngelak lagi,’’ tutur Shinto, lantas tertawa.
Siasat tersebut memang diakui paling ampuh. Namun, polisi juga kerap menyamar sebagai pelanggan hotel. Mereka sesekali melakukan sweeping ke hotelhotel bujet yang sering dicurigai. Sebab, pihaknya kadang juga mendapatkan pasangan yang tidak terikat perkawinan tengah berdua-duaan.
Joris M .Lato, salah satu aktivis anti trafficking berpendapat, bahwa banyaknya pelaku trafficking merupakan cermin permintaan warganya. Banyaknya permintaan, membuat para pelaku tersebut akhirnya tergiur. Umumnya mereka memang membidik para gadis belia yang terimpit secara ekonomi. “Nah mereka ini menipu daya para gadis yang pergi ke kota untuk mencari kerja,” jelasnya.
Menurut dia, selama para perempuan tidak memahami pemahaman hak atas tubuhnya. Maka hal tersebut membuat mereka dengan seenaknya menjajakan diri, tanpa berpikir dua kali. “Pendidikan tentang pemahaman hak atas tubuh di sekolah-sekolah itu harus. Ya untuk mencegah halhal semacam ini,” ujar Joris.
Tidak hanya itu, selain menyarankan untuk menambah lapangan pekerjaan. Joris juga menambahkan, bahwa kedua belah pihak harus dihukum dengan sepadan. Baik pelaku yang biasanya lelaki hidung belang, maupun sang mucikari. “Kalau si lelaki hidung belangnya nggak dihukum juga, permintaan nggak akan menurun, bahkan bisa lebih banyak,” tambahnya.