Setiap Hari Dua Anak Masuk Sel
3C Mendominasi Perkara ABH
SURABAYA – Jumlah anak berhadapan dengan hukum (ABH) menunjukkan tren yang meningkat. Sepanjang 2017, ada 177 anak yang masuk ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya. Kualitas tindak kejahatannya juga menunjukkan peningkatan.
Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak Bapas Kelas I Surabaya Tri Pamoedjo menyebutkan bahwa peningkatan tersebut berada di luar prediksinya. Sebelumnya, bapas memprediksi tahun ini jumlah ABH turun. ”Kami mengira tahun lalu itu puncaknya, tapi ternyata tidak,” ujarnya. Jika diratarata, saat ini dalam sehari ada dua anak yang masuk sel. Penyebab kenaikan tersebut dipengaruhi tren kejahatan anak yang dilakukan secara berkelompok. Polanya pun bergeser. Jika dulu anak banyak jadi follower, sekarang mereka bisa memimpin teman-temannya sendiri. ”Sekarang ndak aneh lagi anak jadi otak penjambretan,” imbuhnya.
Tri menjelaskan, tahun ini pihaknya sulit memberikan rekomendasi untuk diversi. Sebab, ancaman hukuman pasal yang disangkakan rata-rata lebih dari tujuh tahun penjara. Padahal, dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), anak baru bisa direkomendasikan untuk mengambil upaya diversi jika ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun. Apalagi, banyak anak yang merupakan residivis. ”Kami kan serbasalah kalau seenaknya sendiri melakukan diversi,” ucapnya.
Sementara itu, kriminolog Kristoforus Laga Kleden menilai persoalan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan anak. Selama ini ada anggapan yang keliru terhadap anak. Mereka dianggap sebagai manusia dalam bentuk kecil sehingga diperlakukan sama dengan orang dewasa. Menurut dia, hal itulah yang memengaruhi perilaku anak. ”Jangan kaget, itulah yang memunculkan perilaku menyimpang anak,” katanya.
Dia menerangkan, dominasi kejahatan 3C (curat, curas, dan curanmor) menunjukkan bahwa anak tidak mendapatkan haknya. Selama ini orang tua lebih banyak melarang tanpa memberikan penjelasan.
Menurut Kristo, latar belakang kurangnya perhatian terhadap anak masih didominasi karena permasalahan ekonomi. Orang tua lebih sibuk bekerja. ”Hal tersebut banyak terjadi di kalangan kelas menengah dan kelas bawah,” terangnya.