Soal Inklusi Disesuaikan Kemampuan Siswa
SURABAYA – Pelaksanaan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) memasuki hari kedua. Kemarin (18/4) para siswa mengerjakan soal pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn). Bukan hanya siswa reguler, siswa inklusi pun mengerjakan mata pelajaran serupa.
Meski demikian, soal yang diberikan kepada siswa inklusi berbeda dengan siswa reguler. Di SMPN 45 Surabaya, misalnya. Guru pendamping khusus (GPK) bersama guru mata pelajaran bekerja sama membuat soal-soal untuk siswa inklusi.
Ada delapan siswa inklusi di SMPN 45 yang mengikuti ujian sekolah kemarin. Mereka terbagi menjadi dua kelompok yang dibedakan dalam hal pengerjaan soal. Tim yang mengerjakan soal dengan komputer ada tiga orang. Adapun tim lainnya mengerjakan paper based test (PBT). ’’Kami sesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak,’’ ujar Kepala SMPN 45 Surabaya Triworo Parnoningrum.
Siswa inklusi di SMPN 45 memang beragam. Ada yang autis, slow learner, borderline, tunagrahita, hiperaktif, serta tunadaksa. Karena itu, tidak semua bisa mengerjakan dengan komputer.
Menurut Triworo, jenis soal yang dikerjakan sudah sesuai dengan program pembelajaran individu (PPI). Soal-soal disesuaikan dengan target pembelajaran yang harus diraih setiap siswa. Meski demikian, semua mengarah pada calistung.
Siswa degradasi mental, misalnya. Bentuk soalnya berisi bacaan. Ada pilihan ganda sebagai alternatif jawaban. Namun, sebenarnya jawaban yang benar sudah diberi huruf tebal. Jadi, siswa tinggal menyilang jawaban dengan huruf tebal tersebut. ’’Meski diberi tanda begini (huruf tebal, Red), mereka masih bisa salah,’’ tuturnya.
Sementara itu, soal untuk siswa yang mengerjakan melalui komputer dibuat lebih susah. Tetap ada pilihan ganda, tetapi tidak ada jawaban yang ditebali. Jadi, siswa harus menebak jawaban mana yang benar. ’’Inti soalnya membaca, tapi tetap dengan bacaan yang berkaitan dengan PPKn,’’ paparnya.
Karena menerima soal berbeda, kelas bagi siswa inklusi pun dibedakan dari teman-temannya yang mengerjakan USBN di laboratorium komputer. Waktu yang diberikan 120 menit. Namun, karena anak-anak itu sulit diam, pengerjaan soal bisa jadi lebih lama. Guru pengawas harus bersabar menghadapi tingkah mereka. Lepas pengawasan sebentar saja, anak-anak itu sudah hilang dari kelas. (ant/c15/nda)