Jawa Pos

Bubarkan Parpol yang Korupsi

Penegak Hukum Hanya Berani ke Partai Kecil

-

JAKARTA – Uang hasil korupsi selama ini tidak hanya dinikmati politikus, tetapi kadang juga mengalir ke parpol. Namun, selama ini hanya politikus yang dijerat pidana, sedangkan partainya tidak tersentuh. Ada usulan pembubaran terhadap parpol yang terbukti menerima aliran uang hasil korupsi.

Praktisi hukum Umar Husain menyatakan, upaya pemberanta­san korupsi di tanah air belum signifikan. Di satu sisi, pemberanta­san tindak pidana itu dilakukan, tapi di sisi lain masih tetap muncul korupsi besar. Pelaku kejahatan tersebut juga beragam. Menurut dia, korupsi tidak hanya dilakukan politikus Senayan, tapi juga melibatkan eksekutif. ” Tapi, stigma negatif selalu diarahkan ke DPR,” terang dia saat menjadi narasumber dalam diskusi yang bertajuk Partai Politik dan Budaya Korupsi di salah satu hotel di kawasan Kuningan kemarin (24/4).

Dia menyatakan, nilai korupsi oleh anggota DPR sebenarnya tidak seberapa. Jika mengorupsi APBN, dewan tidak melakukan sendiri, tetapi bersama pemerintah. Namun, citra DPR sebagai lembaga yang korup sudah kadung melekat.

Menurut dia, pelaku korupsi bukan hanya perorangan, melainkan juga korporasi atau parpol. Sebab, uang hasil kejahatan itu juga masuk ke partai. Hingga sekarang posisi partai aman walaupun hasil korupsi digunakan untuk kepentinga­n partai. Tidak ada partai yang ditindak karena melakukan korupsi. Korporasi juga tidak dibubarkan.

Umar menambahka­n, selama ini ada dua hal yang bisa digunakan untuk membubarka­n partai. Yaitu, karena inisiatif sendiri dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pembubaran partai karena diduga terlibat korupsi belum menjadi aturan.

Menurut dia, penegak hukum hanya berani kepada partai kecil. Jika berhadapan dengan partai besar, mereka tidak berani. Misalnya, kata dia, korupsi dana proyek e-KTP yang sudah lama terjadi, tapi baru sekarang ditangani. Begitu juga kasus korupsi dana BLBI yang belum tuntas.

Ketua Bappilu DPP PAN Viva Yoga Mauladi menyatakan, KPK mengusulka­n agar pemerintah membiayai partai atau memberi subsidi. Selama ini, partai yang masuk di parlemen mendapat subsidi, tapi nilainya hanya 1,3 persen dari total biaya yang dikeluarka­n partai. Tentu, nilai subsidi itu sangat kecil.

Dia mengungkap­kan, pembiayaan partai bergantung pada keuangan negara. Apakah pemerintah mempunyai uang untuk m enyubsidi partai .” Pertanggun­gjawaban nya juga harus klir,” terang dia.

Pembiayaan terhadap partai itu sudah dilakukan di beberapa negara. Di Meksiko misalnya, 30 persen biaya parpol disubsidi pemerintah. Hal tersebut bisa menjadi contoh untuk Indonesia. Jika dibiayai negara, partai akan mandiri. (lum/c6/agm)

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia