Apel Impor Merajai Pasar
SURABAYA – Indonesia masih tertinggal dalam persaingan produksi apel. Padahal, permintaan dalam negeri sangat besar. Tak heran, apel merupakan komoditas hortikultura yang paling banyak diimpor.
Berdasar data Balai Karantina Tumbuhan Jawa Timur, impor apel sepanjang tahun lalu mencapai 94,44 ribu ton. Frekuensi impor apel sepanjang tahun lalu mencapai 1.829 kali. Peningkatan impor disebabkan produksi apel lokal menurun karena perubahan cuaca.
Ketua Asosiasi Pengolahan Hasil Hortikultura (Asperhoti) Jatim M. Maulud menyatakan, penurunan produksi apel lokal menjadi lahan basah bagi apel produksi Tiongkok dan Amerika Serikat.
Selain kontinuitas pasokan serta kualitas buah dari sisi ukuran dan rasa, apel impor memiliki harga yang murah karena jumlah produksinya tinggi. Tahun lalu, harga apel lokal sempat melejit hingga Rp 25 ribu per kilogram, tetapi saat ini telah turun menjadi Rp 17 ribu per kilogram. ”Namun, harga apel impor masih lebih murah,” keluh Maulud.
Apel impor juga lebih tahan lama karena diproses dengan teknologi controlled atmosphere storage, dekontaminasi, dan pelapisan dengan lilin lebah. Ketimpangan teknologi pengolahan hasil panen tersebut mengakibatkan apel lokal belum mampu bersaing dengan produk impor.
Saat ini, Indonesia baru memanfaatkan radiasi dengan sinar gama untuk membunuh bakteri pada produk pertanian pascapanen. Karena itu, Asperhoti meminta pemerintah mendukung produksi buah lokal dengan mendorong peningkatan produksi dan kualitas hasil panen.
Pemerintah juga diminta tidak mempersulit petani dengan aturan pembatasan pupuk. ’’Pemerintah juga bisa menyekolahkan para petani buah Indonesia yang masih sangat tradisional,” imbuh Maulud. (pus/c17/noe)