Vinales Juga Manusia Biasa
Persaingan Mengerucut ke Three Horse Race
AUSTIN – Setelah melewati tiga seri balapan, peta perebutan gelar juara dunia MotoGP semakin mengerucut. Pertarungan three horse race. Jika drama besar tidak terjadi, pertarungan hanya akan menjadi milik duo Movistar Yamaha, Valentino Rossi dan Maverick Vinales, plus sang juara bertahan Marc Marquez (Repsol Honda).
Harapan bahwa pertarungan lebih berwarna dengan hadirnya Jorge Lorenzo dengan seragam merah Ducati rupanya tidak akan terjadi musim ini atau bahkan tidak bakal pernah terjadi. Pertimbangannya, sejauh ini level kompetitif skuad Italia tersebut terbatas di sirkuit-sirkuit tertentu.
Telah memberikan kejutan besar di dua seri pembuka, MotoGP Qatar dan MotoGP Argentina, nama Vinales langsung meroket sebagai kandidat kuat juara dunia. Tidak melawan Rossi, melainkan berhadapan langsung dengan Marquez. Untuk kali pertama di kelas premier, Marquez mendapatkan rival yang lebih muda. Vinales 22 tahun, sedangkan Marquez 24 tahun. Sebelumnya, sejak naik kelas ke MotoGP pada 2013, Marquez-lah yang paling muda.
Dengan usia itu pula, Vinales sempat diragukan mampu mengimbangi lawan-lawannya yang sudah matang. Pada dua balapan pembuka, mantan rider Suzuki Ecstar tersebut membuktikan bahwa mentalnya sudah cukup matang. Tidak terburu-buru ketika tertinggal di belakang, tahu apa yang harus dilakukan saat bertarung, juga tidak terlalu euforia ketika memenangi balapan.
Namun, di MotoGP Amerika Vinales gagal melewati ujian. Sampai saat ini, tidak ada jawaban pasti tentang penyebab jatuhnya Vinales di lap kedua dini hari kemarin (24/4). Data telemetri juga mengungkapkan bahwa tidak ada masalah pada motornya. Vinales tidak merasa melakukan kesalahan. ”Andai melaju di kisaran 2 menit 4 detik untuk mengejar Marquez dan terjatuh, itu kesalahanku. Tapi (kenyataannya, Red) tidak seperti itu,” sesal Vinales, yang mengaku membuang poin penting dalam balapan tersebut.
Di Texas, Marquez kembali menunjukkan kualitas sebagai juara. Setelah gagal finis di podium pada balapan pembuka dan terlempar dari balapan Argentina, rider Spanyol itu bangkit. Keputusannya untuk memilih kombinasi ban hard-hard, yang pada akhirnya terbukti tepat, adalah penanda bahwa insting membalapnya kembali tajam.
Setelah gagal di Argentina, Marquez sempat mengatakan bahwa dirinya membutuhkan mentalitas yang membuatnya survive dari kesulitan di awal musim 2016. Mentalitas baru tersebut mem-