Jawa Pos

Menuju GBT yang Ramah

-

STADION bukan hegemoni laki-laki. Tidak hanya untuk orang-orang dewasa. Tapi, stadion itu untuk semua lapisan masyarakat. Tanpa sekat gender, tanpa batasan usia. Itu pula yang berlaku di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya. Pintu dan tribun kandang Persebaya Surabaya tersebut terbuka bagi siapa pun.

Stigma negatif masa lalu sudah tereduksi. Bahwa dulu suporter Persebaya akrab dengan kekerasan, tak terkecuali di stadion yang ada di Surabaya, itu menjadi cerita masa lalu. Bahwa dulu kerap ada suara atau tangan jahil kepada penonton on perempuan yang datangg ke stadion, itu kini tak ada lagi. Bahwa dulu sering terdengar nyanyian rasis dan penuh caci maki yang tak nyaman di telinga, lebih- lebih di telinga anak-anak,ak, nyanyian tersebut saat ini tak lagi terdengar.

Kandang Persebaya kini sudah menjadi tempat yang ramah bagi siapa pun yang datang untuk menikmati pertanding­an. Tak terkecuali bagi anak-anak dan perempuan. Bahkan, Stadion Gelora Bung Tomo bisa menjadi jujukan rekreasi keluarga saat hari pertanding­an.

Keramahan itu bukan sekadar slogan. Tapi, nyata adanya. Misalnya yang tergambar pada dua laga terakhir Persebaya di Stadion Gelora Bung Tomo. Yakni saat Homecoming Game pada 19 Maret dan pertanding­an perdana Liga 2 melawan Madiun Putra 20 April lalu. Yang datang ke stadion berasal dari semua kalangan. Tua, muda, kaya, dan miskin menjadi satu. Laki-laki, perempuan, serta anak-anak tampak di tribun stadion. Mereka yang dari suku Jawa, Madura, berasal dari etnis Arab, dan Tionghoa duduk bersanding di tribun.

Tidak ada lagi aksi dan lagu rasis. Juga tidak ada aksi kekerasan atau tindak asusila. Yang ada justru beragam aksi kreatif lewat koreografi serta nyanyian-nyanyian penyemanga­t untuk pemain Persebaya yang berjuang di lapangan.

Keramahan dan kenyamanan itulah yang membuat Christian Listranto tak takut membawa anaknya ke Stadion Gelora Bung Tomo saat Persebaya menjamu Madiun Putra. Lelaki 26 tahun tersebut merasakan hal yang sangat berbeda dengan masa kecilnya. Sekarang Bonek sudah lebih tertib. Bahkan cenderung menjaga satu sama lainnya. ’’Lebih peduli dan mendahuluk­an anak-anak dan perempuan,’’ terangnya. Dia menambahka­n, dengan membawa anaknya, ada hal yang diajarkan kepada buah hatinya. ’’Dari sepak bola juga saya ngajari anak tentang sportivita­s dan fair play. Edukasinya secara langsung,’’ katanya.

Hal senada diungkapka­n Ernest Stevanus, yang membawa seluruh anggota keluargany­a ke stadion. Menurut dia, momen melihat Persebaya bisa menjadi sarana hiburan di sela-sela padatnya aktivitas. Lengkapnya hiburan yang disediakan manajemen baru Persebaya membuatnya yakin laga tim berjuluk Green Force itu bisa menjadi kegiatan menyenangk­an bersama keluarga. ’’Anakanak bisa terhibur di stadion. Rekreasiny­a terasa berbeda bagi mereka,’’ ungkapnya.

Para perempuan pun merasakan kenyamanan itu. Aini Rufi’ah salah satunya. Nenek 75 tahun tersebut senang akhirnya bisa menikmati sepak bola secara langsung di stadion pada masa tuanya. Bahkan, dia salut kepada Bonek yang memberikan bantuan saat menuju ke stadion dan tribun. ’’Mereka langsung tanggap, terharu saya,’’ ujarnya.

Kehangatan juga dirasakan Nindi Widiara. Sebagai Bonita, dia menegaskan tak pernah mendapat perlakuan nakal di stadion. Sebaliknya, Nindi dan rekan-rekan Bonita merasa dilindungi dan diayomi para penonton laki-laki. ’’Jadi, tidak usah takut datang ke stadion. Perempuan malah dijagain sama Bonek di sini,’’ sebutnya.

Karena itu, Nindi mengajak para perempuan lainnya datang saat Persebaya berlaga. ’’Biar stadion makin berwarna. Sebab, sepak bola tidak untuk kaum adam saja,’’ paparnya.

Direktur Operasiona­l dan Fans Persebaya Puji Santoso pun merasakan perubahan tersebut. Karena itu, manajemen Persebaya ikut berbenah agar Stadion Gelora Bung Tomo semakin nyaman untuk semua. Sebab, saat ini masih muncul keluhan. Salah satu yang dikeluhkan adalah akses masuk area GBT yang sempit dan rumit lantaran penerapan pagar pembatas.

Hal lain yang dikeluhkan adalah pemeriksaa­n yang dianggap berlebihan di pintu masuk. Seperti harus membuka sepatu dengan alasan yang dirasa Bonek terlalu mengada-ada. ’’Kami terus perbaiki yang ada saat ini. Kami sadar masih banyak kekurangan. Yang pasti, kami berkomitme­n untuk menjadikan stadion tempat yang ramah dan nyaman,’’ katanya. (rid/c19/fim)

 ?? DIKA KAWENGIAN/JAWA POS ??
DIKA KAWENGIAN/JAWA POS
 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ??
ANGGER BONDAN/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia