Jawa Pos

Jojo, Zoro, dan Anak-Anak

-

MEREKA memang bukan sosok sentral di Persebaya Surabaya. Tapi, kehadiran mereka tetap penting. Terlebih di pinggir lapangan di dalam stadion. Kejenakaan mereka bisa menghadirk­an tawa, mengendurk­an ketegangan, dan menyegarka­n suasana. Selain itu, tentu menjadi tanda betapa ramahnya stadion bagi anak-anak.

Mereka adalah Jojo dan Zoro, dua maskot Persebaya yang mengadopsi hewan buaya dan ikan hiu. Dua hewan yang menjadi lambang tim berjuluk Green Force itu. Dan keduanya selalu hadir di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, serta di tempat-tempat Persebaya berlaga.

”Kami lahir dari rasa resah tentang banyaknya perilaku rasis dan kekerasan di sepak bola,” kata Bagus Wicaksono, kreator kelahiran Jojo dan Zoro. Perilaku yang tentu bertolak belakang dengan esensi sepak bola. Bahwa sepak bola merupakan olahraga yang sangat menjunjung tinggi sportivita­s dan perdamaian.

”Bonek saat itu juga sering rasis. Nyanyi menjelek-jelekkan suporter lawan yang bahkan tidak bermain. Padahal, di stadion kan banyak anak kecil. Dan itu dampaknya tidak baik buat mereka,” tuturnya.

Dari rasa resah itu, pria yang akrab disapa Bomz tersebut kemudian berkreasi. Ide membuat karakter yang mewakili semangat antirasis dan kekerasan pun diciptakan. Akhirnya lahirlah Jojo pada April 2016.

Kehadiran Jojo kala itu mendapat respons positif sebagian besar Bonek. Persebaya yang masih vakum membuat Jojo jadi hiburan tersendiri. Terutama bagi anak-anak. Hanya, Bomz merasa ada yang kurang ketika itu. Yakni sosok hiu yang juga menjadi lambang Persebaya. Empat bulan kemudian lahirlah Zoro.

”Dengan maskot ini, kami ingin mengampany­ekan semangat antirasis dan kekerasan,” tegasnya. Karena itu, keduanya tidak pernah segan menghentik­an suporter yang menyanyika­n lagu rasis di stadion. Misalnya saat Persebaya menjalani pertanding­an Homecoming Game pada 19 Maret melawan PSIS Semarang dan menghadapi Madiun Putra pada laga perdana Liga 2 Kamis lalu (20/4). Jojo dan Zoro tidak takut mendatangi dirigen yang mengajak anggotanya menyanyika­n lagu rasis. Keduanya juga tidak sungkan menegurnya.

”Kami tidak takut menegur. Yang kami takutkan adalah mental anak-anak yang datang ke stadion. Yang bisa rusak gara-gara ulah segelintir orang yang menyanyika­n lagu rasis,” sebutnya. (rid/c9/fim)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia