Sopir Tewas, Kasus Hukum Gugur
Kecelakaan Mobil di Rel Margorejo
SURABAYA – Polisi memastikan ada unsur pidana dalam kecelakaan mobil yang dihantam KA Mutiara Timur Minggu (23/4), pukul 04.15. Sopir lalai hingga mengakibatkan orang lain meninggal. Namun, Darwis Hasiholan Sinambela, sopir itu, juga tewas. Kasus hukum pun gugur.
Para saksi menyatakan bahwa Daihatsu Xenia yang ditumpangi Darwis dan tiga rekannya menerobos palang lintasan kereta. Saat melaju dari utara, mobil tersebut tetap nekat masuk jalan kecil di depan SDN Margorejo. Akibatnya, mobil itu dihantam KA Mutiara Timur yang sedang melaju dari selatan.
Darwis tewas. Dua kawannya, Awaludin Lestahulu dan Ricky Pratama Manunto, terlempar ke luar mobil. Mereka pun tewas. Acep Sutrisna, penumpang lain, terluka parah meski juga terlempar dari mobil.
Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Ade Wira Negara Siregar menduga, Darwis melanggar pasal 310 ayat 4 dan 3 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (UU LAJ). Sopir dianggap lalai dalam mengemudikan kendaraan. Akibatnya, orang lain celaka
”Apalagi sampai menyebabkan kematian. Unsur hukumnya sudah terpenuhi,” beber polisi dengan dua melati di pundaknya itu.
Tak hanya itu, pasal tersebut di-juncto- kan pasal 114 UU LAJ tentang prioritas perjalanan kereta api oleh pengemudi kendaraan. Darwis dianggap tidak mematuhi kewajiban untuk mendahulukan kereta api. Padahal, palang lintasan sudah tertutup dan sirene berbunyi.
Namun, karena Darwis sudah meninggal, proses hukumnya dihentikan. Tidak memenuhi syarat untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana. ”Dihentikan demi hukum. Gugur kewajiban untuk proses hukum,” jelasnya.
Minggu malam, tiga korban kecelakaan itu sudah diambil keluarganya. Darwis, 36, dibawa ke Bekasi. Ricky, 28, pulang ke Banjarmasin. Acep Sutrisna juga sudah selesai menjalani operasi. Kondisi warga Bekasi itu membaik. Pria berusia 37 tahun tersebut sudah dipindahkan ke ruang perawatan kemarin pagi. ”Sudah diobservasi ke ruangan biasa,” tutur Kepala Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSUD dr Soetomo dr Pesta Parulian Maurid Edwar SpAn.
Pemindahan dilakukan karena kegawatdaruratan Acep sudah ditangani pada Minggu lalu (23/4). Darah dan udara yang mengendap di rongga dada akibat patah iga telah dikeluarkan.
Selanjutnya, akan dilakukan terapi elektif untuk menangani multitrauma. Maksudnya, terapi itu bukan sesuatu yang harus segera dilakukan. ”Operasi elektif itu artinya operasi yang direncanakan,” lanjutnya.
Operasi patah klavikula dan patah iganya akan dilakukan ketika kondisi pasien sudah optimal. Dengan demikian, hasil operasi bisa maksimal.
Sementara itu, kecelakaan ter- sebut membuat Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya melakukan evaluasi. Sejumlah lintasan kereta diusulkan untuk ditutup. Misalnya, lintasan di depan SDN Margorejo I, Jatim Expo, dan Jemur Andayani. Semakin banyak lintasan, semakin tinggi potensi kecelakaan kereta.
Kepala Dishub Irvan Wahyudrajad menerangkan, penutupan lintasan itu akan diikuti dengan proyek underpass Margorejo dan bundaran Dolog. Bila dua akses jalan tersebut lancar, lintasan lainnya tidak begitu diperlukan. Selain itu, arus keluar-masuk kota bisa lebih lancar. Selama ini lintasan tersebut memang dianggap sebagai biang kemacetan.
Proyek underpass bundaran Dolog dikerjakan lebih dahulu ketimbang Margorejo. Saat sore, arus kendaraan menuju Sidoarjo sering menumpuk. Polisi terpaksa menerapkan sistem buka tutup. ”Kalau ada underpass, konflik kendaraan di persimpangan bisa diminimalkan. Selama ini kemacetan terjadi karena tundaan simpangan,” ujar mantan Kabid Lalu Lintas itu.
Pengerjaan proyek tersebut berada di tangan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII. Irvan menjelaskan, proyek itu sebenarnya ada sejak 1994. Namun, tidak bisa terealisasi karena terbentur dana dari pusat. ”Karena belum terlaksana, akhirnya kami prioritaskan ke frontage road dan rekayasa lalu lintas saja,” ujarnya.
Jalan A. Yani merupakan jalan arteri primer yang memiliki panjang 4,252 km. Idealnya, lintasan jalan diminimalkan. Sebab, jumlah kendaraan yang melintas tergolong tinggi. Berdasar data e-dishub, rata-rata kecepatan kendaraan yang melintas hanya 30,24 km per jam. Artinya, kendaraan harus melaju pelan-pelan di jalur utama tengah kota itu.
Pembangunan juga terkendala pembebasan lahan. Masih ada permukiman di bundaran Dolog. Pembebasan lahan tersebut juga belum terealisasi karena masalah anggaran.
Kepala Satuan Kerja Metropolitan I BBPJN VIII Yudi Widargo menerangkan bahwa pengerjaan underpass bundaran Dolog sudah diprogramkan tahun lalu, sedangkan Margorejo belum. Namun, pengerjaan proyek batal karena desain yang dibikin BBPJN tidak sesuai dengan kehendak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Risma meminta underpass, sedangkan BBPJN VIII hanya menyanggupi pengerjaan flyover yang lebih hemat anggaran. ”Belum dibahas lagi. Konsentrasi ke yang lain dulu,” jelasnya. (aji/ dwi/sal/c6/dos)