Beda Tangan Beda Rasa
SURABAYA – Banyak jalan menuju kenikmatan secangkir kopi. Tak sekadar adu kecanggihan alat. Menghasilkan secangkir kopi yang berkualitas juga memerlukan skill yang mumpuni. Meski alat dan jenis kopi serupa, belum tentu tercipta cita rasa yang seragam antara satu barista dan yang lain.
Pemandangan itu tersaji pada acara Emansipasi Kopi–Festival Kopi di Hari Kartini yang dihelat kemarin (24/4). Kemampuan para barista perempuan diadu di atas panggung Grand City Mall & Convex dengan sistem battle. Satu lawan satu.
Sebanyak 14 peserta beraksi dengan teknik manual brewing. Itu adalah teknik yang cukup populer di dunia kopi
Alat seduh manual pun sangat beragam. Sebut saja Chemex, V60, Syphon, Aeropress, dan lain-lain.
Pada event yang diselenggarakan Forum Komunikasi Hotel dan Media (FKHM) tersebut, para barista ditantang menyeduh kopi dengan menggunakan teknik kalita wave atau juga dikenal flat bottom. Kalita wave merupakan alat seduh manual dengan metode pour over mirip V60. Bedanya, kalita wave berbentuk trapesium dan memiliki bagian bawah yang rata (flat bottom). Pada flat bottom, terdapat tiga lubang berjajar.
”Menurut saya, kalita adalah teknik menyeduh kopi dengan risiko kesalahan rendah,” ucap Debby Amelia, salah seorang peserta. Kesalahan yang dimaksud adalah hadirnya rasa yang tak diinginkan. Misalnya, pahit, terlalu asam, atau bahkan kopi yang tak berasa. Kesalahan tersebut, lanjut dia, kerap muncul saat menggunakan V60. Metode V60 adalah metode penyeduhan kopi dengan menggunakan kertas filter berbentuk kerucut.
Debby bisa dibilang orang baru di dunia kopi. Dia belajar tentang kopi kurang lebih setahun. Siswi SMAN 4 Surabaya tersebut mengaku belajar menyeduh kopi dengan modal nongkrong sana-sini.
Meski menggunakan teknik andalannya, barista 18 tahun itu tetap waspada dengan detail lain yang dapat memengaruhi cita rasa kopi. Misalnya, perbandingan jumlah air dan kopi, suhu, serta tingkat kehalusan kopi. ”Pokoknya, suhu harus antara 85 hingga 90 derajat. Kalau tidak, salah satu rasa akan sangat dominan,” jelasnya.
Saat menyeduh kopi arabika ijen raung, dia menggunakan rasio 1:10. Artinya, 18 gram kopi diseduh dengan 180 ml air. Dengan komposisi tersebut, Debby ingin mengeluarkan rasa yang mirip kacang, manis, dan cokelat di kopi buatannya.
”Alat dan kopi sudah disediakan panitia. Kopi yang digunakan untuk kompetisi ini adalah raung dari brand Today’s Brewing,” papar Setiawan Nanang, salah seorang juri yang juga ketua Forum Komunikasi Hotel dan Media. Kopi raung memiliki rasa seperti cokelat dan serai.
Peserta bukan hanya barista. Mereka terdiri atas berbagai latar belakang. Di antaranya, ibu rumah tangga, siswa, dan karyawan. Mereka diberi waktu 15 menit untuk menyajikan secangkir kopi. Penjurian dilakukan oleh para coffee expert dari Surabaya dan sekitarnya. Sebut saja Yuanita Rachma dari The House of Coffee, cupper profesional Barto Dahana, Food and Beverage Supervisor Grand City Mall and Convex Budi Handoko, dan lainlain. (esa/c6/dos)