Cegah Kekerasan Seksual Melalui Media Pop-up
SURABAYA – Kekerasan pada anak harus menjadi perhatian bersama. Kita punya tanggung jawab untuk mendeteksi jika ada yang tidak beres dengan sikap anak-anak kita atau anak-anak di lingkungan sekitar kita. Dengan begitu, bisa segera diantisipasi dan dicari solusinya.
Salah satu jenis kekerasan yang kerap mengintai adalah kekerasan seksual. Dosen PG PAUD Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) mempunyai terobosan agar anak mampu melindungi diri dari kekerasan seksual. Caranya melalui media pop-up.
Anies Listyowati, dosen PG PAUD Unipa, menyebutkan, anak-anak menyukai media yang menarik dan atraktif. Interaksi yang dibutuhkan anak pun bukan hanya yang bersifat satu arah. Karena itu, melalui media pencegahan kekerasan seksual berbentuk pop-up, Anies ingin anak bisa lebih berimajinasi. ”Memunculkan respons dan tanggapan anak,” katanya.
Karya studi tesis Anies di S-2 PG PAUD Universitas Negeri Jakarta itu berbentuk buku berukuran A4. Buku yang dikemas penuh warna tersebut berisi tokoh-tokoh dalam keluarga. Ada ayah, ibu, kakak, dan adik. ”Anak-anak diajak untuk mengenal orangorang yang ada di lingkungan rumah,” tuturnya.
Dalam karya itu, juga ada pakaian laki-laki dan perempuan. Termasuk kaus dalam dan celana dalam. Anak-anak diajak untuk melindungi bagian tubuh mereka sendiri. Salah satunya, menghindari memakai kaus dalam dan celana dalam saja ketika di rumah. ”Kita sampaikan siapa-siapa yang berhak mengantar anak ke belakang (kamar mandi, Red), yang boleh hanya ibu,” jelasnya.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah mengantisipasi sentuhan. Terutama sentuhan yang tidak baik, seperti di mulut, dada, dan kemaluan. Anak perlu dikenalkan sentuhan baik dan buruk. Dengan demikian, anak terhindar dari perilaku tidak menyenangkan dari orang lain. Jika mendapat perlakuan tidak menyenangkan, anak bisa segera berteriak seperti yang dicontohkan dalam audio buku tersebut.
Untuk mengetahui anak memahami atau tidak, Anies menyiapkan kartu respons. Kartu itu berisi gambar yang menunjukkan sikap anak tentang cara mempertahankan diri. Kartu yang dipilih anak menunjukkan respons dia terhadap hal atau kejadian yang dialami. ”Jadi, anak tidak hanya cerdas linguistik, tapi juga cerdas kinestetik,” jelasnya.
Perempuan yang juga konsultan kegiatan workshop untuk guru-guru TK di lingkungan Dinas Pendidikan Jawa Timur itu mengatakan, pengenalan tokohtokoh dan peran dalam keluarga tersebut penting dilakukan. Sebab, masih ada anggapan bahwa lokasi paling aman bagi anak adalah rumah. Padahal, tidak sedikit kasus kekerasan seksual pada anak justru terjadi di rumah dan dilakukan orang-orang dekat.
Melalui media pencegahan kekerasan seksual pada anak usia dini berbentuk buku pop-up tersebut, Anies berharap pesan atau materi yang disampaikan bisa diserap siswa. Sebab, anak melihat gambar berwarnawarni, mendengar suara, dan merespons atau berinteraksi terhadap cerita yang disampaikan. ”Mereka terkesan, gerak motorik mereka juga terasah, jadi lebih membekas di anak,” tuturnya. Dengan begitu, anak jadi tahu apa yang harus dilakukan ketika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. (puj/c7/jan)